Ditjen Pajak Sebut Beras Premium Tetap Bebas PPN selama Aturan PMK Belum Keluar
Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan beras premium akan tetap bebas PPN selama Peraturan Menteri Keuangan atau PMK yang mengatur soal barang mewah objek PPN 12% belum keluar.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan akan ada perluasan enam barang/jasa yang akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) meski sebelumnya tidak dikenakan. Barang/jasa tersebut kini dikenai PPN karena bersifat mewah.
Barang/jasa yang dimaksud yaitu beras premium, buah-buahan premium, daging premium (wagyu, daging kobe), ikan mahal (salmon premium, tuna premium), udang dan krustasea premium (king crab), jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500—6.600 volt ampere (VA).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak) Dwi Astuti menyatakan kriteria hingga kategori enam barang/jasa premium tersebut akan didetailkan dalam PMK yang sedang disusun oleh pemerintah.
"Pemerintah sekarang lagi mikirin, sekarang lagi benar-benar dipikirkan. Tunggu saja kita, sampai nanti keluar itu aturannya [PMK soal barang/jasa mewah objek PPN]," ujar Dwi dalam konferensi pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2023).
Hanya saja, sambungnya, jika PMK tersebut belum keluar hingga PPN 12% berlaku pada 1 Januari 2025 maka beras premium cs akan tetap bebas PPN.
"Kan sampai sekarang beras memang nol, bahan kebutuhan pokok nol. Kalau enggak ada aturannya ya bebas, seperti sekarang [bebas PPN]," kata Dwi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim pengenaan PPN 12% terhadap barang/jasa mewah mengacu azas gotong royong, yang mana masyarakat yang mampu membantu dan membayar, sementara yang tidak mampu dibantu dan dilindungi.
Maka harga barang maupun jasa yang tergolong premium yang sebelumnya tidak dikenakan PPN, mulai 2025 akan terkena tarif PPN 12%. Hal tersebut sejalan dengan keputusan pemerintah untuk menyesuaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Bersamaan dengan kebijakan tersebut, pemerintah memberikan sederet stimulus yang mempertimbangkan sisi permintaan terutama untuk melindungi kelompok menengah ke bawah.
Untuk mengkompensasi hal tersebut, pemerintah mengenakan pajak barang mewah. Meski demikian, Sri Mulyani menyampaikan pihaknya masih menyusun barang maupun jasa yang tergolong premium.
“Maka kita juga akan menyisir untuk kelompok harga barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium tersebut,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).