Diungkap, Pengakuan 1 dari 17 Korban Pria Disabilitas di Mataram

Diungkap, Pengakuan 1 dari 17 Korban Pria Disabilitas di Mataram

MATARAM, KOMPAS.com - YL, salah satu dari 17 korban pelecehan seksual yang dilakukan pria disabilitas IWAS (21) di Mataram, buka suara dan menceritakan apa yang pernah dia alami.

YL memaparkan pengalaman yang dilewatkannya kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan itu, YL pertama-tama menyebut bahwa dirinya adalah korban yang tidak berhasil terperdaya oleh IWAS.

YL bahkan mengaku sempat berseteru dengan IWAS di depan pintu kamar kosnya di Mataram.

"Saya dorong dorongan, dia memaksa masuk, tubuhnya kuat sekali mendorong pintu kamar kos saya, saya sebenarnya ingin keluar, dan mendorong, menggelindingkan dia ke tangga biar jatuh, tapi saya mikir, kalau dia jatuh dan mati, akan panjang urusannya," kata YL.

YL pun mengurungkan niatnya itu. Namun, aksi IWAS semakin menjadi karena ingin masuk ke dalam kamar. Dia mendorong pintu menggunakan badannya.

"Saya bilang akan laporkan dan berteriak jika dia memaksa masuk, akhirnya saya berhasil menutup dan mengunci pintu kamar kos," sambung YL.

YL mengaku, pertama kali bertemu dengan IWAS pada bulan Februari 2024. Dan, kini pengalaman itu dianggapnya sebagai awal dari bencana.

Ketika itu saat menunggu ojek online di Taman Udayana untuk membeli sarapan, tiba-tiba IWAS datang mengadu dan minta tolong, karena motornya dibawa lari kawan perempuannya.

Saat itu IWAS meminjam handphone YL untu menelpon ibunya, YL pun menurut. Dia hanya mengingatkan untuk lekas diselesaikan, karena ojol yang dipesannya datang.

Tanpa curiga YL meninggalkan Taman Udaya dan kembali ke kosnya. Tanpa disadari, IWAS membuntutinya sampai di kos.

 

KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM Polda NTB menggelar rekonstruksi kasus dugaan pelecehan seksual oleh pria disabilitas di TKP homestay, Rabu (11/12/2024).Tiba tiba saat sampai kos dan merebahkan diri di kamar, ada suara ketukan di pintu kamarnya yang berada di lantai 2. Menurut YL suaranya agak keras.

Begitu dibuka, alangkah kagetnya YL, karena IWAS sudah berada di depan pintu.

"Saya tidak tahu dia mengetuk pintu saya pakai apa karena dia tak punya tangan, mungkin dia ketuk pakai jidatnya, atau apa," ungkap YL.

IWAS dengan yakin mengaku ingin berterimakasih, dan ingin mengobrol di dalam kamar, tapi YL menolaknya. YL lalu mengajak IWAS ke ruang tamu di lantai bawah.

YL mengaku ngobrol dengan IWAS selama satu jam. Meski dia sudah lelah tapi dia berusaha tidak memotong pembicaraan IWAS. Pasalnya, IWAS mengawali obrolannya dengan keputusasaan, ingin mati dan merasa tak berharga karena cacat.

YL hanya bisa menyemangati dengan memberi semangat. YL mengaku selama perbincangan itu dia sulit fokus pada hal lain, selain melihat IWAS.

"Saya ketika itu merasa hanya fokus pada dia, tapi kadang hilang dan saat itulah saya minta menghentikan obrolan, capek juga, dan saya ijin untuk kembali ke kamar karena mau istirahat," kata YL.

YL kira semuanya berakhir dan pembicaraan mereka juga selesai, saat masuk kamar, Namun tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu, dan saat YL membuka pintu kembali IWAS yang muncul dan memaksa masuk ke kamar.

Saat itu, IWAS memaksanya melakukan tindakan asusila, dan menunjukkan bagian sensitifnya.

Saat itulah YL emosi, dan menutup pintu kamarnya. Namun IWAS mendorong pintu dan memintanya melakukan tindakan asusila, dan menjanjikan satu kotak emas milik keluarganya.

"Dia bahkan memaksa saya menelpon ibunya, dan mengatakan akan memberikan emas pada saya jika mengikuti kemauannya, saya dengar suara perempuan dan mendukung tindakan dia," ungkap YL.

Atas peristiwa itu, YL mengharapkan polisi memeriksa Ibunda IWAS, karena patut diduga ada banyak peristiwa yang melibatkan keduanya.

YL pun memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang dialaminya, karena banyak korban IWAS yang sudah lebih dahulu melapor, padahal mereka mengalami hal yang lebih parah darinya.

"Saya kan bisa melawan dari tipu daya dia, yang lain banyak yang tak berdaya dan merasa dimanipulasi dia ini," kata YL.

Komite Disabilitas Daerah, Joko Jumadi mengatakan, apa yang disampaikan YL adalah gambaran bagaimana IWAS melakukan tindakannya selama ini.

Sebab, hampir semua modusnya pada korban serupa. "Inilah yang kami terima laporan laporan dari para korban yang diperdaya dia."

"Satu sisi kami harus memantau dan memastikan apakah dia sebagai penyandang disabilitas sudah mendapatkan hak haknya," kata Joko.

YL mengaku, meski bisa melawan, dia sempat mengalami trauma karena kerap takut jika harus bertemu lagi dengan IWAS.

 

Sumber