Dosen UI Bela Guru Besar IPB Penghitung Kerugian Kasus Timah yang Dipolisikan

Dosen UI Bela Guru Besar IPB Penghitung Kerugian Kasus Timah yang Dipolisikan

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana, menyoroti pelaporan terhadap Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo ke polisi terkait hasil penghitungan kerugian lingkungan di kasus megakorupsi timah Rp 271 triliun. Menurut Gandjar, ahli yang memberikan keterangan berdasarkan keilmuan yang dimiliki tidak bisa dilaporkan ke polisi kecuali diduga menerima suap sehingga keterangan yang diberikan tidak sesuai.

"Seorang ahli memberikan keterangan berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Apabila tidak setuju, silakan patahkan dalil ahli tersebut. Bukan dengan legal action apapun. Kecuali bisa dibuktikan (misalnya) adanya suap sehingga ahli memberikan pendapat berbeda dengan pengetahuannya atau pendapatnya selama ini pada peristiwa yang sama atau sejenis," kata Gandjar kepada wartawan, Sabtu (11/1/2025).

Gandjar menilai pelapor keliru. Dia mengatakan pelapor tidak memahami prinsip keterangan ahli.

"Ya (pelapor keliru). Tidak cukup memahami prinsip Keterangan ahli," ujarnya.

Gandjar menuturkan polisi wajib menerima segala bentuk laporan. Namun, terkait pelaporan terhadap ahli, tidak bisa ditindaklanjuti.

"Polisi wajib menerima laporan, tapi dalam hal ini tidak bisa ditindaklanjuti kecuali ada bukti disuap dalam memberikan keterangan ahli," ucapnya.

Bambang dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel) oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma. Bambang adalah saksi ahli di kasus korupsi tata niaga timah 2015-2022 yang ditunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

"Di sini (Bambang) kami laporkan Pasal 242 KUHPidana. Karena, pada saat dihadirkan di persidangan sebagai saksi dari Kejagung, di situ disampaikan malas untuk menjawab (rincian kerugian negara)," jelas Andi kepada wartawan di Mapolda, Rabu (8/1/2025).

Untuk diketahui, Pasal 242 KUHP itu mengatur pemberian keterangan palsu di atas sumpah. Menurut Andi, Bambang bukanlah seorang ahli penghitungan kerugian negara. Jadi Bambang dinilai tidak kompeten melakukan penghitungan kerugian lingkungan, yang disebutnya mencapai Rp 271 triliun.

"Bapak Bambang Hero ini bukan ahli di bidang perhitungan kerugian negara, dia hanya (ahli) lingkungan. Pengambilan (sampel) itu pun dari satelit," terang Andi.

Sebagai informasi, sejumlah tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara total Rp 300 triliun telah diadili dan divonis. Hakim juga menyatakan kerugian Rp 300 triliun itu terbukti.

Kerugian itu terdiri dari kerugian negara akibat harga kontrak kemahalan dan juga kerugian kerusakan ekosistem. Artinya, kerugian ekosistem yang dihitung oleh Bambang termasuk dalam kerugian yang dinyatakan terbukti oleh hakim.

Simak Video Vonis Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dkk Rugikan Negara Rp 300 T

[Gambas Video 20detik]

Bambang mengaku baru mengetahui hal itu dari pemberitaan media. Dia lantas heran dengan tudingan pelapor. Sebab, penghitungan itu dilakukannya atas permintaan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung.

"Pertama dia bilang saya membikin keterangan palsu, nah keterangan palsunya itu seperti apa? Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Pidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan," kata Bambang saat dimintai konfirmasi, Sabtu (11/1/2025).

Bambang menuturkan apa yang dikerjakannya pun telah sesuai dengan peraturan yang ada. Dia mengklaim bukan pertama kali melakukan penghitungan kerugian lingkungan.

"Peraturan Menteri LH Nomor 7 Tahun 2014 itu menyatakan yang berhak menghitung itu adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Nah, saya kan ahli lingkungan, boleh dong, lalu palsunya itu di mana," ujar Bambang.

"Kalau saya dikatakan memberikan keterangan palsu, di persidangan mestinya dari awal sudah ditolak sama majelis dan saya menangani kasus itu, lingkungan, sudah seribu kasus itu dari tahun 2000 sampai sekarang," lanjutnya.

Lebih jauh, Bambang menerangkan pihaknya mulai melakukan penghitungan kerugian lingkungan pada kasus itu sekitar bulan Desember 2023. Dia bersama tim bahkan turun langsung untuk melihat kondisi di lapangan.

Sebab, Bambang menjelaskan, untuk melakukan penghitungan kerugian lingkungan, harus dipastikan dahulu kerusakan lingkungannya.

"Kami lakukan itu sampling, ambil sampel pada wilayah yang diduga rusak itu. Akhirnya apa? Positif rusak. Kami hitung dan seperti itu," jelas dia.

Simak Video Vonis Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dkk Rugikan Negara Rp 300 T

[Gambas Video 20detik]

Sumber