DPR Bakal Buat Kajian soal Putusan MK Terkait Presidential Threshold
JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bakal membuat kajian pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas minimal pencalonan presiden atau presidential threshold.
“Kita sama-sama sudah tahu bahwa MK sudah membuat keputusan tentang ambang batas. Tentunya akan disikapi oleh DPR dengan kemudian nanti melakukan kajian-kajian,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/1/2024).
Dasco berpandangan, MK ingin membuka ruang bagi banyak calon presiden dapat berkompetisi dalam pemilihan presiden (Pilpres) yang sebelumnya dibatasi dengan ambang batas 20 persen kursi di Parlemen.
Oleh sebab itu, DPR bakal membuat kajian yang komprehensif untuk mengakomodasi putusan tersebut.
“Kita sama-sama tahu bahwa MK juga membuka ruang dan juga ada keinginan MK juga bahwa jangan sampai calon presiden terlalu banyak atau juga terlalu sedikit,” kata Dasco.
“Sehingga kita akan coba kaji dengan teman-teman di parlemen untuk mengupas dan juga kemudian membahas bagaimana sih yang diputuskan oleh MK itu akan dijalankan oleh DPR, supaya kemudian tidak menyalahi lagi aturan yang ada,” imbuhnya.
Adapun putusan yang menghapus presidential threshold yakni perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (2/1/2025).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo saat membacakan putusan.
Suhartoyo menjelaskan bahwa norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden berbunyi sebagai berikut
"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."