DPR Desak Mendikti Saintek Cari Solusi soal Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta
JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pimpinan Komisi X DPR RI mendesak pemerintah mencari solusi terkait kesejahteraan dosen yang dinilai masih jauh dari ideal.
Desakan ini disampaikan dalam rapat kerja yang melibatkan Kementerian Riset, Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) pada Rabu (6/11/2024).
Wakil Ketua Komisi X My Esti Wijayanti mengungkapkan keprihatinannya mendengar keluhan mengenai kesejahteraan dosen yang disampaikan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) dalam rapat dengar pendapat sebelumnya.
"Mengelus dada, Pak," ujar Esti saat rapat kerja hari ini.
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X lainnya, Mahfudz Abdurrahman.
"Kami menerima aspirasi dari Serikat Pekerja Kampus yang mengeluhkan rendahnya kesejahteraan dosen di tengah tingginya tuntutan dan beban kerja mereka. Rata-rata dosen hanya mendapatkan gaji pokok di bawah Rp 3 juta rupiah," ungkap politikus PKS itu.
Mahfudz kemudian mempertanyakan langkah-langkah yang akan diambil oleh Kementerian Riset, Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk mengatasi masalah ini.
"Kiranya langkah-langkah apa yang akan dilakukan Kemendikti untuk mengatasi permasalahan ini?" tanyanya.
Menteri Riset, Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknolog Satryo Soemantri Brodjonegoro menjelaskan bahwa pihaknya sedang mempelajari masalah ini.
Ia mengingatkan bahwa jika gaji dosen ASN meningkat sementara dosen swasta tidak, maka hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru.
"Oleh karena itu, nanti dengan bantuan dari Komisi X, kami akan memperjuangkan anggaran yang dibutuhkan untuk menaikkan gaji dosen baik ASN maupun swasta," jelas Satryo.
"Kami paham juga mekanisme di Kementerian Keuangan bahwa membayar atau mendanai program-program yang swasta itu tidak begitu mudah tapi bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," sambungnya.
Sebelumnya, SPK telah meminta pemerintah untuk memastikan dosen di Indonesia mendapatkan upah yang layak, yakni minimal Rp10 juta per bulan.
"Tuntutan kami, tentu saja kami berharap, berikan upah yang layak. Take home pay (gaji bersih) minimal Rp 10 juta. Kenapa Rp 10 juta? Karena di kementerian pun, mohon maaf Kementerian Keuangan di bawah S-1 pun mereka take home pay Rp10 juta," kata Ketua SPK Dhia Al Uyun dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi X, Selasa (5/11/2024), dikutip Antara.
Dhia melanjutkan bahwa jika Rp 10 juta tidak memungkinkan, maka SPK menilai standar gaji yang layak bagi dosen adalah minimum sebesar tiga kali upah minimum di suatu daerah.
Dhia, yang juga merupakan dosen Universitas Brawijaya, menyampaikan hasil riset SPK yang menunjukkan bahwa 61 persen dari 1.200 dosen yang diteliti mendapatkan gaji bersih di bawah Rp 3 juta.
"Kami sudah ada riset, 1.200 dosen itu di bawah Rp 3 juta, jadi setara upah satpam bank untuk jenjang pendidikan S-2, dosen minimal S-2. Dosen PTS (perguruan tinggi swasta) lebih tragis lagi karena mereka di bawah Rp 2 juta, lebih rendah dari tukang bangunan, padahal mereka juga S-2," ujarnya.
Dhia juga mencatat bahwa 61 persen dari 1.200 dosen yang berpartisipasi dalam riset menyatakan bahwa beban kerja mereka tidak sebanding dengan kompensasi yang diterima.
Selain itu, 76 persen di antaranya mengaku harus bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Jadi, dosen-dosen di Indonesia kayanya karena kerja sampingan, bukan karena profesi sebagai dosen," tambahnya.
Lebih lanjut, Dhia menyampaikan bahwa dampak dari kompensasi yang tidak sesuai dengan beban kerja membuat 72,2 persen dosen mengalami kelelahan kerja tinggi.
Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat dosen yang mengalami bunuh diri, gangguan jiwa, dan meninggal saat bertugas. "Bahkan, ada dosen-dosen yang terjerat pinjaman online," tambahnya.
Dhia menjelaskan bahwa beban kerja dosen mencakup kewajiban mengajar, melakukan penelitian, publikasi, hingga mempromosikan kampus.