DPR Janji Tak Lagi Bikin UU secara Kilat
JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI mengakui mereka menyusun sebagian undang-undang secara kilat dan tanpa partisipasi publik pada periode 2019-2024.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengeklaim bahwa preseden ini akan dihindari dalam proses legislasi periode 2024-2029.
"Saya kira kita semua harus membangun komitmen baru termasuk pak ketua dan pimpinan bahwa pembahasan undang-undang khususnya di Baleg ini harus sesuai prosedur dan materil," ujar Doli dalam rapat Baleg yang membahas program legislasi nasional (prolegnas), Senin (28/10/2024).
"Jadi harus ada, memang seharusnya rancangan undang-undang itu dimulai dari rancangan naskah akademik, rancangan undang-undang, kemudian harus ada uji publik, dan seterusnya," sebut dia.
Pernyataan ini dilontarkan Doli merespons masukan dari sejumlah anggota Baleg.
Ada yang mengkritik soal rancangan undang-undang (RUU) kumulatif terbuka yang DPR justru lebih mengutamakan penyelesaiannya dibandingkan sejumlah RUU yang sudah masuk di dalam prolegnas.
Ada pula yang menyampaikan kritik mengenai anomali penyusunan undang-undang secara kilat. Salah satunya datang dari anggota Baleg dari fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf.
"Apa yang disampaikan Pak Muzzammil ini nanti kita coba untuk tata ulang lagi supaya semuanya rapi," ucap Doli.
"Outputnya adalah bagaimana undang-undang itu undang-undang yang sebaik mungkin, berkualitas, dan dapat menjawab persoalan bangsa dan negara Indonesia, kan kira-kira itu," tegas dia.
Dalam kritiknya, Muzzammil mengungkit bahwa Baleg 2019-2024 mendapatkan perhatian publik yang sangat besar karena mengabaikan partisipasi bermakna dari publik dalam penyusunan undang-undang.
Ia membandingkan, pada awal ia bertugas di Baleg pada 2004, Baleg sampai turun ke kampus-kampus untuk menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU).
Hal itu dimaksudkan agar DPR RI memperoleh pandangan yang luas dan beragam mengenai suatu pokok masalah, sehingga setiap fraksi dapat memilah pandangan yang akan mereka gunakan sebagai pandangan fraksi nantinya.
"Saya harus jujur katakan dalam periode baleg kita kemarin ada undang-undang yang 3 hari, seminggu, 1 hari. Kapan publik berpartisipasi? Tidak mungkin. Itu kritik besarnya," ujar Muzzammil.
Sementara itu, pada periode lalu, ia mengakui bahwa Baleg tidak mendengar publik dan pakar, terutama pada undang-undang yang penyusunannya dikebut dalam satu minggu, misalnya.
"Di situ saya kira partisipasi bermakna kita hidupkan kembali," kata dia.
"Itu praktis relatif tidak terjadi di periode kemarin. Baleg tahu sekali itu. Itu yang kita hindarkan, sehingga kualitas undang-undang kita terjamin," tegas Muzzammil.
Salah satu preseden buruk penyusunan UU secara kilat adalah UU Cipta Kerja yang dibahas hanya dalam 7 bulan.
UU ini awalnya tidak termasuk dalam prolegnas, meskipun ide untuk membuat omnibus law telah disuarakan Jokowi, namun tiba-tiba muncul dan disahkan dengan proses yang belakangan dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) bermasalah secara prosedur (cacat formil).
Setali tiga uang, revisi UU KPK digeber dalam 12 hari. Lalu, UU IKN yang tak pernah dibahas sebelumnya dalam janji politik Presiden Joko Widodo maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), rampung dibahas dalam 43 hari.
Terakhir, Baleg merampungkan revisi UU Pilkada untuk menyiasati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya dalam hitungan jam, tetapi batal disahkan sebagai undang-undang karena rapat paripurna keesokan harinya tak memenuhi kuorum.