Dua Sisi Sandi Butar Butar: Membongkar Kebobrokan Damkar Depok, tapi Dinilai Mengganggu Otoritas
DEPOK, KOMPAS.com - Perang dingin antara Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Depok dan Sandi Butar Butar kembali mencuat setelah kontrak kerjanya yang sudah berlangsung sejak 2015 tidak diperpanjang.
Keputusan ini tertuang dalam Surat Keterangan Kerja yang dikeluarkan pada 2 Januari 2025 dengan alasan "tidak diperpanjang kontrak."
Langkah ini menuai kritik dan sorotan publik, mengingat hubungan yang sudah tegang sejak 2021.
Sandi sendiri terkejut dengan keputusan tersebut, terlebih ia baru mengetahui pemutusan kontrak empat hari setelah surat diterbitkan.
"Saya enggak tahu ya alasannya apa. Hampir 10 tahun lah pengabdian saya di Damkar," kata Sandi, kecewa.
Konflik antara Sandi dan Dinas Damkar bermula pada akhir 2021, terkait pengusutan dugaan korupsi dalam pengadaan seragam dan sepatu PDL di instansi tersebut.
Sandi mengungkapkan bahwa dirinya tidak menerima hak finansial secara utuh, termasuk pengurangan honor yang seharusnya diterimanya saat menyemprotkan disinfektan.
Kejaksaan Negeri Depok telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yang memicu ketegangan antara Sandi dan pihak Damkar.
Pada 2024, Sandi kembali menjadi perhatian publik setelah mengeluhkan kondisi alat pemadam kebakaran yang rusak, seperti gergaji mesin dan rem mobil, yang tidak diperbaiki.
"Kadang nih, kita untuk chainsaw itu kita yang modalin karena enggak mau ribet gitu," ungkap Sandi.
Ia juga menyebut bahwa uang pribadi sering dikeluarkan oleh petugas untuk memperbaiki alat-alat tersebut.
Perselisihan semakin memuncak saat Martinnius Reja Panjaitan, seorang petugas Damkar, meninggal dunia akibat dugaan ketidaklengkapan alat pelindung diri (APD) dalam tugas.
Sandi menantang klarifikasi pejabat Dinas Damkar yang menyatakan bahwa masker tidak wajib digunakan dalam kondisi tertentu.
"Kalau dia bilang tidak wajib memakai masker, saya tantang dia," tegas Sandi.
Pada September 2024, Sandi melaporkan dugaan korupsi di Dinas Damkar ke Kejaksaan Negeri Depok.
Ia menduga kerugian negara mencapai Rp 1-4 miliar akibat kerusakan alat yang tidak kunjung diperbaiki.
Namun, di tengah polemik, Sandi juga mengaku menerima suap pada November 2024 terkait kepentingan politik.
Meski enggan menyebut nominal dan identitas pemberi suap, Sandi mengaku diminta membuat video untuk mengganggu pelantikan wali kota baru.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai, konflik ini menunjukkan lemahnya tata kelola di Dinas Damkar Depok.
"Di awalnya, Sandi mempertontonkan, memvideokan alat-alat Damkar yang sudah rusak. Itu mengisyaratkan adanya korupsi," kata Trubus saat diwawancarai.
Ia juga mengkritisi sikap Dinas Damkar yang memutus kontrak Sandi secara mendadak setelah 10 tahun berjibaku dengan api.
"Harusnya, setelah 10 tahun, dia diangkat menjadi pegawai tetap. Sesuai aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan, Sandi sudah seharusnya paling tidak diangkat sebagai PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja)," kata Trubus.
Trubus menilai, sikap vokal Sandi dalam mengungkapkan berbagai permasalahan di Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok dianggap telah mengganggu otoritas instansi tersebut.
"Sandi ini memang ramai sejak awal. Istilahnya itu kan perkara yang jujur ya, jadi dianggap mengganggu ini, mengganggu kinerja ya, ataupun kinerja dari damkar itu," kata Trubus.
Dinas Damkar Depok, melalui Plt Kepala Bidang Pengendalian Operasional Kebakaran dan Penyelamatan Tesy Haryanti, keputusan ini tidak terkait dengan sikap vokal Sandi.
"Itu no comment. Kami fokusnya ke kinerja," ucap Tesy saat ditanya mengenai isu tersebut.
Tesy mengemukakan, pemutusan kontrak Sandi itu dilakukan berdasarkan evaluasi tahunan di Damkar Depok.
“Ini kami ada evaluasi tiap tahunnya dan itu menyatakan bahwa memang tidak bisa diperpanjang kontraknya,” ungkap Tesy.
Dengan demikian, kasus ini mencerminkan ketegangan antara individu yang berusaha mengungkap permasalahan internal dan institusi yang seharusnya mendukung transparansi.
Tentunya publik berharap ada kejelasan lebih lanjut, baik dari pihak Damkar maupun aparat penegak hukum, untuk memastikan integritas dan efisiensi dalam pelayanan publik.