Dugaan Skandal Suap Seleksi PPPK Guru Honorer Langkat, Bupati Terpilih Diperiksa
MEDAN, KOMPAS.com – Polisi terus menyelidiki kasus dugaan suap dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru honorer di Kabupaten Langkat tahun 2023.
Pada Kamis (11/12/2024), penyidik memeriksa Syah Afandin alias Ondim, eks Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Langkat.
“Benar, yang diperiksa kemarin adalah eks Plt Bupati Langkat, yang bersangkutan hadir,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi melalui pesan singkat.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Langkat 4 Desember 2024, Ondim yang berpasangan dengan Tiorita Br Surbakti menang di Pilkada Langkat dengan jumlah 216.918 suara.
Dia berhasil mengalahkan lawannya Iskandar Sugito-Adli Tama Hidayat Sembiring yang hanya memperoleh 174.846 suara.
Hadi belum mengungkap hasil pemeriksaan Ondim. Namun, kasus ini mencuat setelah laporan 103 guru honorer peserta PPPK Langkat ke Polda Sumut dan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Polisi telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi, Kepala BKD Langkat Eka Syahputra Depari, Kasi Kesiswaan Bidang SD Disdik Langkat Aleksander, serta dua kepala sekolah, Awaluddin dan Rohayu Ningsih.
Saiful dan Eka diketahui memiliki peran sebagai anggota dan sekretaris Panitia Seleksi Daerah (Panselda) PPPK Langkat.
Dalam proses seleksi PPPK ini, beberapa kepala sekolah diduga meminta biaya kepada guru honorer dengan nilai Rp40 juta hingga Rp80 juta untuk meloloskan mereka.
Kecurangan dalam Seleksi
Sejumlah peserta mengungkapkan kecurigaan terkait manipulasi nilai. Awalnya, seleksi hanya menggunakan metode Computer Assisted Test (CAT). Namun, di tengah proses, muncul jadwal Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT).
Guru honorer mengaku tidak pernah mengikuti SKTT, tetapi nilai SKTT tiba-tiba muncul dan rendah. Bobot penilaian dalam seleksi PPPK Langkat terdiri dari 70 persen nilai CAT dan 30 persen nilai SKTT.
Penggunaan SKTT dianggap memudahkan manipulasi, karena penilaiannya dilakukan secara manual oleh Panselda, tidak seperti CAT yang hasilnya langsung terlihat.
Komentar Syah Afandin
Syah Afandin, yang saat itu menjabat Plt Bupati Langkat, berperan sebagai pembina Panselda. Namun, saat dimintai tanggapan, ia memilih tidak berkomentar.
“Tidak etis mengomentari kasus ini. Saya sudah tidak di situ lagi (menjabat plt bupati). Kalau kita komentar, nggak enak,” ujarnya melalui sambungan telepon, Minggu (4/8/2024).
Kasus ini telah menjadi perhatian masyarakat, terutama karena dugaan manipulasi yang berdampak pada ratusan guru honorer.
Hingga kini, proses hukum terus berjalan, dan Polda Sumut berupaya mengungkap keterlibatan lebih jauh para pihak dalam kasus ini.