Dunia Hari Ini: Trump Ancam Hukum Mati Imigran yang Bunuh Warga AS
Anda sedang membaca Dunia Hari Ini edisi Senin, 28 Oktober 2024.
Sejumlah berita utama yang terjadi dalam 24 jam terakhir sudah kami rangkum untuk Anda.
Dalam kampanye pilpres di New York, Donald Trump menyinggung masalah imigran yang tidak berdokumen di Amerika Serikat, dan mengatakan Kamala Harris akan "mengimpor migran kriminal" ke negaranya.
Menurut Trump tingkat imigrasi ilegal meningkat "seperti roket Elon Musk" di bawah pemerintahan Biden-Harris.
"Jika mereka [imigran yang dideportasi] kembali ke negara kita, mereka otomatis akan dijebloskan ke penjara selama 10 tahun tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat," katanya, setelah memutar video yang menunjukkan tindakan kriminal yang diduga dilakukan imigran.
"Dan dengan ini saya menyerukan hukuman mati bagi setiap migran yang membunuh warga negara Amerika atau membunuh petugas penegak hukum."
Polisi Israel dan personel Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bergegas ke kawasan Glilot, di sebelah utara Tel Aviv tak lama setelah sebuah truk menabrak sebuah halte, menewaskan satu orang dan lebih dari 30 orang terluka.
Truk tersebut menabrak bagian belakang bus yang baru saja menurunkan penumpang di halte yang juga dipenuhi orang.
Kepala Inspektur Mirit Ben Mayor mengatakan kebanyakan dari yang terluka adalah "anak-anak muda."
"Ini tampaknya seperti serangan teror, tetapi sebelum kita mengambil kesimpulan, kami ingin memastikan," katanya.
Mantan presiden Bolivia Evo Morales menuduh pemerintahan Presiden petahana Bolivia Luis Arce berusaha membunuhnya.
Tuduhan ini mencuat setelah orang bersenjata tak dikenal menembaki mobilnya, Minggu kemarin, saat ia berkendara di wilayah pedesaan Chapare.
Video yang diambil dari dalam mobil menunjukkan Evo berbicara di telepon sambil duduk di kursi penumpang depan, sebelum mobil berhenti mendadak.
"Agen elit Negara Bolivia berusaha membunuh saya hari ini," tulisnya di media sosial.
Presiden Luis Arce mengutuk serangan itu dan meminta penyelidikan.
Koalisi pemimpin Jepang kehilangan mayoritas parlementernya dalam kekalahan telak pada pemilihan umum nasional kemarin.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba, yang sudah memerintah Jepang hampir sepanjang sejarah pasca-perang memperoleh 215 kursi di majelis rendah parlemen.
"Pemilu ini sangat sulit bagi kami," kata Ishiba yang terlihat muram saat muncul di TV Tokyo.
Pemenang dengan suara terbanyak adalah oposisi utama Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CDPJ), yang memperoleh 148 kursi, naik dari 98 sebelumnya.
Sejumlah pengamat politik Jepang mengatakan kekalahan ini sebagai upaya menghukum partai Ishiba atas skandal pendanaan dan inflasi.