Ekonom Sebut Pembatasan Produksi Nikel Penting untuk Kerek Harga
Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menilai pembatasan produksi nikel penting guna meningkatkan harga komoditas tersebut.
Hal ini ia sampaikan merespons, wacana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memangkas besar-besaran kuota produksi nikel dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton mulai tahun depan.
Adapun pembatasan produksi itu bertujuan untuk mendongkrak Harga nikel di pasaran. Maklum, harga nikel global anjlok sebesar 45% pada 2023 dan tak pulih hingga tahun ini.
Melonjaknya pasokan dari Indonesia, yang kini menyumbang lebih dari separuh produksi nikel dunia, dan pertumbuhan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan telah membebani pasar dan memaksa beberapa produsen di negara lain untuk menghentikan operasinya.
Yayan pun berpendapat penurunan Harga nikel secara global salah satunya memang dipengaruhi oleh produksi nikel RI yang oversupply.
Berdasarkan data yang dia kantongi, terjadi over supply produksi nikel sebesar 253.000 ton pada pasar global. Indonesia sendiri memproduksi lebih dari 50% dengan produksi nikel naik dari 24,7% dari 307.000 ton menjadi ke 383.000 ton secara tahunan (yoy).
"Sedangkan menurut prediksi pasar global seperti Fitch, produksi global nikel idealnya di angka 17% pada tahun 2024 ini," kata Yayan kepada Bisnis, Senin (23/12/2024).
Di sisi lain, Yayan juga menilai hilirisasi industri nikel belum menciptakan nilai tambah yang signifikan. Dia mengutip multiplier effect output nikel hanya 1,09 kali. Artinya, kemampuan industri nikel meningkatkan dari industri antara (midstream) ke hilir (downstream) hanya 9%. Menurut Yayan, angka inu sangat kecil.
"Jadi penting membatasi nikel untuk meningkatkan harga nikel," sambung Yayan.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung pun ikut bersuara soal wacana pembatasan kuota produksi nikel. Dia tak membantah ataupun membenarkan wacana mengurangi kuota produksi bijih nikel dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton pada tahun depan.
Dia hanya mengatakan, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu rencana produksi nikel yang diajukan perusahaan-perusahaan tambang lewat rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
"Pembatasan ini sesuai dengan rencana perusahaan, mereka akan menyampaikan RKAB, itu sesuai RKAB mereka, pasok ke mana. Jadi justru ini yang akan kami lihat lebih dahulu," tutur Yuliot saat ditemui di Medan, Sumatra Utara, Senin (23/12/2024).
Di sisi lain, Yuliot menuturkan, pemerintah akan tetap menggenjot hilirisasi nikel guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Dia juga memastikan kebutuhan nikel untuk industri domestik harus tetap terpenuhi.
"Program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah dalam negeri itu tetap akan berjalan. Jadi nanti untuk nikel kita harus lihat hilirisasinya sejauh mana dan menfaat bagi industri, termasuk rantai pasok yang ada harus mencukupi," jelas Yuliot.