Eks Direktur Umum Pertamina Belum Ditahan, Polisi Masih Fokus Kumpulkan Bukti
JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih fokus mengumpulkan bukti-bukti kasus dugaan korupsi yang menjerat Direktur Umum PT Pertamina (Persero) periode 2012-2014 Luhur Budi Djatmiko.
Wadir Tipidkor Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa mengatakan, hal itu menjadi alasan pihaknya belum menahan Luhur meski Luhur sudah diumumkan sebagai tersangka.
“Belum ditahan. Penyidik masih akan fokus pada pencarian dan pengumpulan bukti2 terkait perkara," kata Arief kepada Kompas.com, Kamis (7/11/2024).
Arief juga mengatakan bahwa Luhur Budi Djatmiko cukup koperatif dan tidak diharuskan melakukan wajib lapor.
“Tidak ada wajib lapor,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Luhur ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembelian tanah di Komplek Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.
Arief mengatakan, tanah tersebut dibeli dari PT SP dan PT BSU dengan luas sekitar 4,8 hektar yang terdiri dari 23 bidang tanah.
Kasus ini bermula dari penyusunan anggaran pembelian tanah senilai Rp 2,07 triliun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina pada 2013, yang bertujuan membangun Pertamina Energy Tower (PET).
Namun, dalam proses pembelian tanah seluas 48.279 meter persegi yang berlangsung antara Juni 2013 hingga Februari 2014, diduga terjadi perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 348,6 miliar.
Arief mengatakan, penyimpangan tersebut berkaitan dengan harga pembelian yang dinilai terlalu tinggi dan aset jalan milik Pemprov DKI Jakarta yang seharusnya tidak diperjualbelikan
"Ini didasari atas terjadinya pemahalan harga (pengeluaran yang lebih besar dari yang seharusnya) dan pengeluaran atau pembayaran yang tidak seharusnya," ujar dia.
Selain itu, pihak Bareskrim Polri menemukan adanya pelanggaran terhadap berbagai aturan, termasuk Undang-Undang BUMN, Peraturan Menteri BUMN, serta pedoman internal Pertamina mengenai tata kelola pengadaan barang dan jasa.
"Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 84 saksi, 5 ahli, serta penyitaan 612 dokumen," kata Arief.
"Investigasi forensik dan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga turut mengungkapkan besarnya kerugian negara," ujar dia.
Atas perbuatannya, Luhur disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.