Eks Gubernur Malut Minta Mantan Kadisdikbud Bantu Bayar Utang Rp 500 Juta
TERNATE, KOMPAS.com - Sidang kasus suap terhadap eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Maluku Utara, Imran Yakub, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate, Rabu (30/10/2024).
Pada sidang pemeriksaan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, sebagai saksi secara virtual.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Andri Lesmana, langsung mencecar pertanyaan kepada Abdul Ghani tentang bagaimana caranya sehingga terdakwa dapat dikembalikan ke jabatan sebagai Kadikbud.
Abdul Ghani mengatakan bahwa terdakwa dikembalikan ke jabatan Kadikbud berdasarkan putusan pengadilan bahwa Imran tidak bersalah secara hukum pada kasus sebelumnya.
Ia melanjutkan, Imran membuktikan dengan membawa dan menunjukkan surat putusan pengadilan kepadanya bahwa dirinya tidak bersalah.
"Tidak ada syarat yang saya minta kepada Imran (terdakwa), karena sudah jelas Imran tidak bersalah atas kasus sebelumnya itu," jelasnya.
Abdul Ghani juga mengaku pernah menyampaikan kepada Imran agar membantunya memperbaiki pendidikan di Maluku Utara. Hal ini kemudian disetujui oleh Imran.
Kemudian, ia juga menyampaikan kepada Imran bahwa dia memiliki utang sebesar Rp 500 juta kepada almarhum Imam Mahdi.
"Saya ada utang sebesar Rp 500 juta pada Imam Mahdi, jadi tolong dibantu," kata dia.
Abdul Ghani juga membenarkan bahwa Imran Yakub menjadi Kadikbud tanpa melalui proses seleksi.
Menjelang pelantikan, ia memerintahkan Kepala BKD Maluku Utara, Miftah Bay, segera membuat surat keputusan (SK).
"Saat itu, setelah SK dibuatkan, saya perintahkan di 10 November 2023 agar dilakukan pelantikan, yang dilantik oleh Sekretaris Provinsi, Samsuddin A. Kadir, karena saya masih berada di Jakarta," ungkapnya.
Jaksa Penuntut Umum lantas membacakan berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam BAP, Abdul Ghani menjelaskan bahwa ia meminta bantuan kepada terdakwa Imran sebesar Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar, apabila selesai dilantik menjadi Kadikbud.
"Benar yang mulia, BAP itu tidak ada tekanan yang saya berikan. Permintaan Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar itu disanggupi oleh terdakwa dan diberikan secara bertahap," bebernya.
Ia melanjutkan, pemberian uang selalu melalui rekening ajudan, Ramdhan Ibrahim, dan rekening atas nama Ikbal.
Namun, kata Abdul Ghani, sebelum uang masuk ke rekening Ramadhan, biasanya ia terlebih dahulu menghubungi Imran melalui Ridwan Arsan, yang saat itu menjabat sebagai Kabiro BPBJ Malut.
Jaksa Penuntut Umum juga merinci penerimaan uang dari terdakwa secara bertahap sesuai BAP, mulai dari Rp 120 juta, Rp 50 juta, Rp 50 juta, dan Rp 100 juta.
"Izin, Pak, kalau soal nilai sebagian saya lupa dan untuk pemberian Imran sudah mencapai Rp 1 miliar atau Rp 2 miliar, saya sudah lupa. Karena pemberiannya bertahap," jawab Abdul Ghani.