Eks Pejabat Basarnas Mengaku Pinjamkan Uang Pakai Valas ke Pemenang Proyek

Eks Pejabat Basarnas Mengaku Pinjamkan Uang Pakai Valas ke Pemenang Proyek

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Kamil mengaku meminjamkan uang kepada pengusaha pemenang tender di Basarnas, William Widarta, senilai miliaran rupiah.

William merupakan Direktur CV Delima Mandiri, perusahaan yang memenangkan tender pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue vehicle carrier di Basarnas tahun 2014.

Saat ini, ia menjadi terdakwa korupsi pengadaan truk tersebut bersama eks Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke.

Mulanya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Kamil, yang pada saat itu menjabat Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Basarnas, terkait aliran dana dari William keponakannya atas nama Eliza Afriati.

“Eliza itu keponakan saya,” kata Kamil di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

Menurut Kamil, ia diminta Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Rudy Hendro Satmoko, untuk membuat rekening guna menampung dana operasional yang sifatnya insidentil.

Pada satu waktu, William datang ke kantornya dan meminjam uang untuk modal dengan janji profit 3 persen per bulan.

“Tentunya buat modal bekerja karena kan beliau cerita ada proyek Basarnas, di Polri, di Perhubungan Darat, di TNI AD. Waktu itu saya punya duit, valas (valuta asing), saya kasih,” ujar Kamil.

Kemudian, Kamil mengaku meminjamkan uang Rp 1,5 miliar pada 3 Maret 2014 dan Rp 2,5 miliar pada 19 Maret 2013 kepada William.

William kemudian mengembalikan pinjaman Rp 1,5 miliar pada kurun Juni 2024 dengan profit Rp 150 juta.

Sementara itu, pinjaman Rp 2,5 miliar dilunasi oleh staf William bernama Riki Hansyah.

Dalam persidangan itu, Kamil mengeklaim rekening Eliza digunakan hanya ketika terdapat keperluan mendesak.

Padahal, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik KPK, Kamil mengaku rekening itu digunakan sebagai penampung dana komando.

Adapun dana komando merupakan uang yang disetorkan perusahaan-perusahaan pemenang tender proyek pengadaan di Basarnas.

“Di BAP ini Saudara menyampaikan bahwa itu digunakan untuk penampungan uang dari para rekanan yang dinyatakan sebagai pemenang di Basarnas?” ujar hakim anggota Alfis Setiawan.

“Izin YML, justru itu saya tidak terima dengan kalimat itu. Izin Yang Mulia, rekening Eliza itu saya buka 2012 mati 2014, bukan menampung dan komando,” ujar Kamil.

“Saya rekap itu cuma 2012-2014, itu kisaran Rp 15,5 miliar insidentil,” katanya. 

Kamil mengeklaim tidak mengetahui sumber uang yang masuk ke rekeningnya.

Hal ini membuat Hakim Alfis heran. Hakim Alfis pun mencecar Kamil hingga berkali-kali terkait sumber dana tersebut.

Jawaban Kamil semakin bertentangan dengan klaim bahwa ia tidak mengetahui sumber dana.

Kamil mengeklaim baru mengetahui setelah mencetak transaksi rekening itu.

Ia mendapati salah satu pengirim uang ke rekening Eliza terkait proyek pengadaan kapal di Basarnas bernama Adam dari Batam.

“Kalau Azam Batam itu terkait dengan lelang kapal,” tuturnya.

Dalam perkara ini, Basarnas membeli 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.

Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.

Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.

Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500.

Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.

Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.

Sumber