Evaluasi dan Tantangan Dalam Tujuh Tahun Mendukung Usaha Mikro Bertumbuh
Bisnis.com, JAKARTA - Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi tulang punggung yang tak tergantikan. Dengan kontribusi mencapai 60% terhadap PDB dan menyerap 97% tenaga kerja nasional, 65 juta UMKM telah membuktikan perannya sebagai penggerak ekonomi yang tangguh. Angka ini membuat Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Filipina.
Kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih terbilang rendah. Pada 2023, angkanya hanya mencapai 16%, tertinggal jauh dari Thailand (29%) dan Filipina (20%). Pelaku UMKM masih bergulat dengan berbagai kendala, mulai dari masalah legalitas hingga akses pembiayaan. Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah Ismed Saputra mengatakan dari 65 juta UMKM, sekitar 44 juta belum bisa mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan formal.
“Kondisi tersebutlah yang memaksa mereka mengandalkan rentenir dan lembaga keuangan informal dengan bunga tinggi untuk bisa bertahan hidup dan menjalankan usahanya,” ujarnya.
Keterbatasan SDM menjadi tantangan lain yang tak kalah serius. Banyak pelaku UMKM masih kesulitan dalam hal inovasi, riset pasar, dan adaptasi teknologi. Bahkan, hal mendasar seperti pencatatan keuangan masih menjadi hambatan yang harus diatasi.
Menjawab berbagai tantangan tersebut, pemerintah meluncurkan program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) pada 2017. Program yang dikelola oleh PIP ini hadir sebagai pelengkap Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan fokus pada pelaku usaha mikro yang unbankable. Hingga 9 November 2024, program ini telah menjangkau 11,4 juta debitur melalui 98 lembaga penyalur. Yang menarik, 96,62% penerima UMi adalah perempuan, dengan mayoritas berada pada rentang usia 40-49 tahun.
Dalam penyalurannya, Pulau Jawa masih mendominasi dengan 7,21 juta debitur dengan nilai pembiayaan mencapai Rp27,02 triliun. Angka ini mencapai 60,80% dari total nilai penyaluran. Sumatera berada di peringkat dua dengan penyaluran Rp10,81 triliun untuk 2,56 juta debitur. Pulau Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Maluku serta Papua juga mengikuti di peringkat berikutnya.
Perbesar
Sektor perdagangan menjadi yang terbanyak dengan 96,8% penerima, disusul sektor pertanian dan industri. Program ini terbukti efektif meningkatkan kesejahteraan, tercermin dari kenaikan Nilai Keekonomian Debitur sebesar 2,99% dalam kurun 2019-2023.
PIP tidak berhenti pada penyaluran dana. Mereka juga menyelenggarakan program pendampingan melalui Training of Trainer (ToT) dan meluncurkan aplikasi pendampingan berbasis android. Program UMi Youthpreneur diinisiasi untuk membangkitkan semangat wirausaha di kalangan generasi muda. Hingga pertengahan 2024, program pemberdayaan ini telah menjangkau 4.396 peserta dan 1.449 tenaga pendamping.
Meski telah menunjukkan hasil positif, program UMi masih menghadapi beberapa tantangan seperti konsentrasi penyaluran yang masih terpusat di Jawa, dominasi sektor perdagangan yang perlu diversifikasi, tingginya suku bunga pinjaman, dan risiko overfinancing pada pelaku usaha. PIP terus berupaya mengatasi tantangan ini melalui berbagai inovasi dan kolaborasi.
"Melalui skema ini, UMi tidak hanya menjadi solusi jangka pendek tetapi juga berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang," tutup Ismed Saputra.
Dengan berbagai upaya yang terus dikembangkan, program UMi diharapkan dapat terus memperkuat peran UMKM sebagai motor penggerak perekonomian nasional sekaligus berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.