Evaluasi Kinerja DPR, Formappi Soroti Data Kehadiran Anggota DPR dalam Rapat

Evaluasi Kinerja DPR, Formappi Soroti Data Kehadiran Anggota DPR dalam Rapat

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengungkapkan bahwa rata-rata tingkat kehadiran anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada rapat komisi mencapai 78 persen.

Meski demikian, pimpinan rapat komisi sering kali tidak mencantumkan jumlah kehadiran anggota dalam rapat.

"Ada begitu banyak rapat yang telah diadakan oleh komisi-komisi di mana pimpinan rapat tak menyebutkan jumlah anggota yang hadir. Itulah, menjadi salah satu permasalahan yang kami temukan," kata Peneliti Formappi Lucius Karus dalam Konferensi Pers Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang I Tahun Sidang 2024-2025 secara virtual, Minggu (8/12/2024).

Lucius menegaskan, data kehadiran anggota merupakan hal yang mutlak dalam menentukan kuorum rapat, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) serta Tata Tertib (Tatib) DPR.

Ia mengingatkan, pengabaian jumlah kehadiran anggota dapat berpotensi mengganggu proses pengambilan keputusan secara prosedural.

Tak hanya itu, pimpinan rapat atas dorongan kepentingannya bisa suka-suka memutuskan rapat, saat anggota tidak memenuhi persyaratan kuorum rapat dan kuorum pengambilan keputusan.

"Hal ini menjadi catatan awal yang buruk dari praktik-praktik rapat DPR pada Masa Sidang I," ujarnya.

Selama Masa Sidang I, terdapat 161 rapat komisi, 25 rapat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) non-komisi, dan 8 kali rapat paripurna, dengan total mencapai 194 kali rapat.

Lucius mencatat bahwa banyaknya rapat yang diadakan oleh AKD menunjukkan semangat DPR di awal periode.

Namun, beberapa AKD, seperti Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat (BURT), Badan Musyawarah (Bamus), Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), dan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM), belum terlihat aktif dalam mengadakan rapat.

"Belum aktifnya beberapa Badan, khususnya BAM sebagai AKD baru, tampak menunjukkan urgensi pembentukan badan tersebut tidak didasarkan pada kebutuhan yang jelas dan mendesak. Tak hanya BAM yang baru lahir, BAKN yang sudah dihidupkan kembali sejak tahun 2020 lalu tampak tak cukup punya fungsi yang membuatnya jadi sebuah AKD yang berguna," ucap Lucius.

Sumber