Fakta Baru Seputar Uang Sitaan Nyaris Rp 1 Triliun di Rumah Zarof Ricar
JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kejakasaan Agung (Kejagung) menguak fakta baru terkait kasus yang menjerat mantan petinggi Mahkamah Agung, Zarof Ricar (ZR).
Pihak Kejagung menyebut, Zarof mengakui bahwa uang nyaris Rp 1 triliun dan emas seberat 51 kilogram yang disita di rumahnya itu merupakan hasil pengurusan pekara hukum.
"Itu pengakuannya yang menyatakan bahwa uang dan emas itu merupakan hasil dari pengurusan perkara," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar, di Kejagung, Rabu (6/11/2024).
Harli mengatakan, berdasarkan pengakuan tersebut, penyidik terus mendalami kasus ini untuk memastikan asal-usul dari aset yang ditemukan.
"Sangat tergantung bagaimana ZR memberikan keterangannya dalam perkara ini. Kita juga terus melakukan pendalaman dari berbagai barang bukti yang sudah didapat," ucap Harli.
Harli mengatakan, meski mengakui bahwa uang dan emas yang disita Kejagung berasal dari pengurusan hukum atas berbagai pekara, Zarof mengaku lupa rincian perkara apa saja yang diurusnya.
Ia pun berharap Zarof kooperatif terkait hal ini dan membuka dugaan keterlibatan pihak lain.
Mengenai kemungkinan Zarof menjadi justice collaborator dalam kasus ini, Harli mengatakan bahwa pihaknya menunggu inisiatif dari yang bersangkutan.
Sebab, justice collaborator merupakan permohonan dari tersangka untuk berperan sebagai saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap lebih jauh suatu kasus.
"JC itu dengan permohonan, kita tunggu saja apakah yang bersangkutan (ZR) mengajukan diri sebagai JC," kata Harli, Rabu (6/11/2024).
Inisiatif untuk menjadi justice collaborator, kata dia, seharusnya datang dari tersangka, bukan dari penyidik.
Sementara itu, kuasa hukum Zarof Ricar, Handika Honggowongso memberikan tanggapan terkait pernyataan Kejagung yang menyebut bahwa kliennya mengaku menerima uang hampir Rp 1 triliun dari pengurusan perkara di MA.
Handika mengungkapkan, pihaknya menghormati pernyataan yang disampaikan oleh Kejagung.
Namun, ia menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut mengenai hal tersebut karena dianggap sebagai materi penyidikan.
"Kami hormati pernyataan Kejagung tersebut, tapi tidak elok kami menanggapi dan mengumbar pernyataan soal materi penyidikan pihak penyidik," kata Handika kepada Kompas.com, Rabu (6/11/2024).
Handika menegaskan, akan ada waktu untuk menguji hasil penyidikan Kejagung terkait informasi tersebut.
Kejagung telah melakukan pemeriksaan maraton terhadap para tersangka kasus suap vonis bebas terdakwa Ronald Tannur.
Dalam dua hari belakangan, Zarof diperiksa guna mendalami perannya sebagai perantara suap.
Selain itu, Kejagung memeriksa tiga hakim PN Surabaya yang diduga terlibat pengamanan vonis Ronald Tannur.
Zarof dan tiga hakim tersebut kini sudah dipindahkan dari Surabaya untuk menjalani penahanan di Jakarta.
"Keputusan ini bertujuan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap para tersangka," kata Harli.
Dalam kasus ini, kejagung menetapkan 6 orang tersangka. Mereka di antaranya 3 hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Ketiganya diduga mendapatkan fee dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) atas vonis bebas di tingkat pertama.
Kemudian, Kejagung menetapkan mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar karena melakukan permufakatan jahat dengan LR untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan pekara Ronald Tannur.
Kejagung juga menetapkan ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja (MW) sebagai tersangka atas dugaan memberikan "fee" kepada LR untuk "mengamankan" vonis anaknya.