Geger Pesta Seks Swinger di Jakarta...
JAKARTA, KOMPAS.com – Di balik tirai kehidupan rumah tangga yang tampak biasa, tersimpan kisah kelam nan memilukan. Sepasang suami istri, IG (39) dan KS (39), menjalani kehidupan yang berujung pada jeratan hukum karena mengatur pesta seks dan pertukaran pasangan atau swinger.
Berawal dari fantasi pribadi, perjalanan mereka berubah menjadi tragedi. Dari situs komunitas hingga keuntungan ekonomi, semua yang mereka bangun kini hanya menyisakan kegetiran.
Kisah ini menjadi peringatan keras bahwa tindakan yang bertentangan dengan hukum dapat menghancurkan segalanya, keluarga, reputasi, bahkan masa depan anak-anak yang tak berdosa.
Ironisnya, uang hasil bisnis gelap tersebut digunakan untuk menghidupi keluarga, termasuk dua anak mereka yang masih berusia dini.
Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Roberto Pasaribu mengungkapkan, pesta seks swinger yang digagas oleh pasangan itu bermula dari fantasi liar.
“Jadi, dari salah satu pasangannya yang berfantasi. Tidak bisa berhubungan seksual selayaknya orang dewasa apabila tidak ada orang lain,” kata Roberto dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (10/1/2025).
Tak ingin berhenti pada fantasi, IG mengambil langkah lebih jauh. Dia mendaftarkan domain dan mendesain situs untuk menjangkau orang-orang yang memiliki ketertarikan serupa.
Upayanya tak sia-sia, terbukti dengan adanya 17.732 anggota terdaftar dalam situs tersebut.
Melalui komunitas itu, IG dan KS mulai mengatur pesta seks swinger yang awalnya hanya untuk memuaskan keinginan pribadi.
Namun, seiring waktu, mereka melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari kegiatan ini.
“Nah, dari sini, mereka berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan motif ekonomi,” ungkap Roberto.
Berdasarkan barang bukti berupa tangkapan layar yang diperlihatkan oleh polisi dalam jumpa pers, ditemukan sejumlah aturan yang diberlakukan oleh pasutri sebagai pengelola situs kepada para anggota.
Salah satu larangan yang dibuat adalah mencantumkan nomor ponsel, akun Telegram, atau media sosial di forum. Sebagai gantinya, anggota diminta menggunakan jalur pesan pribadi (personal message) untuk berkomunikasi.
Selain itu, anggota juga dilarang keras mengunggah foto atau video milik orang lain tanpa izin.
Dalam barang bukti yang lain, terdapat testimoni dari salah satu anggota yang mengaku telah mengikuti pesta seks swinger di Jakarta. Ia menyertakan sebuah foto dari pesta seks swinger tersebut.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, terdapat sebuah situs yang diduga dikelola oleh pasutri tersebut.
Untuk mengakses situs lebih dalam, calon anggota diwajibkan melalui proses verifikasi keabsahan akun. Proses ini bertujuan memastikan identitas anggota dan menghindari potensi penipuan.
Setelah berhasil diverifikasi, anggota akan mendapatkan keuntungan berupa akses untuk berkenalan dengan anggota lain yang juga telah terverifikasi.
Selanjutnya, mereka akan dimasukkan ke dalam grup khusus untuk membahas berbagai topik, yang hanya diakses oleh anggota terverifikasi.
Namun, proses verifikasi ini lebih memprioritaskan anggota perempuan atau pasangan (couple) dibandingkan individu laki-laki.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, IG dan KS mengajak anggota untuk mengikuti pesta seks swinger tanpa bayaran dan gratis bagi yang berminat.
Pengumuman terkait pesta tersebut disampaikan melalui sebuah forum diskusi di situs tertentu.
Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Herman menjelaskan, pasangan atau individu dari anggota yang berminat akan bertemu di sebuah lokasi, beberapa waktu sebelum pesta berlangsung.
Dalam pertemuan itu, mereka menentukan lokasi pesta swinger dan memilih pasangan masing-masing, termasuk IG dan KS.
“Itu (pertemuan) hanya sebagai sarana awal, sehingga mereka menjadi suatu komunitas, forum yang memang tertarik dengan pesta tukar pasangan,” ujar Herman saat ditemui usai jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jumat (10/1/2024).
“Serta mereka di dalam forum kecil itu, mereka nanti akan menentukan. Jika match atau cocok, baru mereka akan melakukan pesta seks tersebut,” ungkap dia lagi.
Selama pesta seks swinger berlangsung, IG dan KS merekam kegiatan hubungan intim. Aksi perekaman ini juga diketahui oleh anggota lain.
Potongan rekaman video akan diunggah ke dalam situs yang tersangka kelola sebagai pemantik daya tarik seseorang.
“Jadi untuk menarik perhatian, sehingga seluruh anggota bisa masuk untuk memenuhi ruang forum,” ujar Roberto.
IG dan KS tidak memperjualbelikan rekaman video. Namun, mereka tetap memperoleh keuntungan sebagai pengelola situs, baik dari video yang mereka unggah sendiri maupun dari video yang diunggah oleh para anggota.
“Ada dua versi. Dari setiap klik yang dimasuki oleh setiap anggota itu juga mendapatkan uang, termasuk dari beberapa advertising online,” kata Roberto.
“Kemudian juga dari jumlah streaming, baik yang didapatkan dari menonton setiap konten yang sudah mereka rekam, kemudian mereka sebar luaskan,” tambahnya.
Dari keuntungan itu, IG dan KS menggunakan untuk menghidupi keluarganya, termasuk dua anak mereka yang masih berusia dini.
“Tentunya dipakai untuk motif ekonomi. Kalau sudah bicara ekonomi, ya kehidupan sehari-hari,” ungkap Roberto.
Sejauh ini, pasangan suami istri tersebut telah mengadakan 10 pesta seks swinger, dengan rincian 8 kali di Bali dan 2 kali di Jakarta dalam satu tahun terakhir.
Saat hendak menggelar pesta seks swinger ke-11 dengan melibatkan warga negara asing (WNA), IG dan KS ditangkap di wilayah Kabupaten Badung, Bali.
Kini, keduanya mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Mereka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 4 juncto Pasal 29, Pasal 7 juncto Pasal 33, dan Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Selain itu, polisi juga menjerat pasangan suami istri tersebut dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kisah IG dan KS menjadi pengingat bahwa tindakan melanggar hukum, meski didorong motif ekonomi, selalu membawa konsekuensi berat.
Apa yang dimulai dari fantasi pribadi berujung pada kehancuran kehidupan keluarga dan masa depan anak-anak mereka.
Ironi ini menggambarkan bagaimana keputusan salah dapat memengaruhi banyak pihak, terutama mereka yang tidak bersalah.