Gubernur BI: Penerbitan Sukuk Masih Kurang, Imbas Underlying Terbatas

Gubernur BI: Penerbitan Sukuk Masih Kurang, Imbas Underlying Terbatas

Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan penerbitan sukuk lebih banyak untuk mendorong pasar keuangan syariah Tanah Air.

Saat ini, bank sentral tersebut telah menerbitkan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) dengan underlying sukuk global milik BI. Namun, dalam realisasinya tidak sebanyak instrumen konvensional seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI). 

“Ketika kami menciptakan lebih banyak sukuk untuk retailer, memperkenalkan digitalisasi layanan keuangan, tidak ada sukuk yang cukup,” tutur Perry di Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024 di JCC, Kamis (31/10/2024). 

Sebagai pembanding, SRBI yang telah Bank Indonesia terbitkan sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun lalu, mencapai Rp934,87 triliun per 14 Oktober 2024. 

Pada periode yang sama, SUVBI yang telah bank sentral terbitkan senilai US$424 juta atau setara dengan Rp6,66 triliun (kurs Rp15.700 per dolar AS). 

Gubernur BI dua periode tersebut menyebutkan rendahnya realisasi SUVBI tersebut akibat keterbatasan underlying yang digunakan. Terlebih, masih minim alternatif instrumen yang berbasis syariah di Indonesia

Sekalipun terdapat Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang Kementerian Keungan terbitkan, juga tidak sebesar Surat Berharga Negara (SBN). Melihat komposisi utang pemerintah per Agustus 2024 saja, dari SBN yang senilai Rp7.452,56 triliun, Rp1.581,73 triliun merupakan SBN domestik dan valas, sementara sisanya SBN

“Bagaimana kita bisa menerbitkan instrumen dan moneter kalau tidak ada underlying-nya? Kita punya SBSN tapi terbatas,” lanjutnya

Perry juga menyoroti belum adanya sukuk yang sesuai kriteria yang diterbitkan oleh korporasi pemerintah. Untuk itu, dirinya mendorong berbagai pihak untuk menciptakan lebih banyak inovasi produk obligasi syariah

Menurutnya, sukuk atau obligasi syariah menjadi salah satu cara yang dapat memajukan sektor keuangan syariah. Untuk itu, perlu lebih banyak sukuk untuk memenuhi permintaan di Indonesia

“Kita berbicara tentang layanan keuangan yang terintegrasi. Jadi ketika kita berbicara tentang sukuk untuk pasar primer, tolong bicarakan juga sukuk sebagai underlying untuk pasar sekunder, underlying untuk instrumen likuiditas,” jelasnya

Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan dalam pengembangan industri halal perlu cara inovatif lainnya. Saat ini pun pemerintah Indoensia menggunakan berbagai teknologi digital seperti Internet of Things (IoT) dalam rantai industri halal

“Saya berharap kemajuan untuk sistem keuangan Islam di Asia akan terus berlanjut. Tetapi kami percaya bahwa apa yang Pak Perry sebutkan tadi, kita membutuhkan lebih banyak sukuk,” ujarnya

Destry melihat komposisi sukuk global hanya sebesar 0,7% dari global konvensional. Angka sukuk yang diterbitkan oleh negara-negara seperti Indonesia pun tidak jauh berbeda

“Oleh karena itu, kalau kita ingin meningkatkan atau mengembangkan instrumen sukuk, paling tidak kita juga harus mengembangkan salah satunya adalah sukuk, dan juga aset-aset dan proyek-proyek lain yang terkait dengan syariah Islam,” tuturnya. 

Sumber