Gugatan Mahasiswanya Terkait Presidential Threshold Dikabulkan MK, Ini Kata UIN Sunan Kalijaga

Gugatan Mahasiswanya Terkait Presidential Threshold Dikabulkan MK, Ini Kata UIN Sunan Kalijaga

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di ruang sidang MK, Jakarta pada Kamis (2/01/2025).

Perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 dimohonkan emapt mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Hag dan Tsalis Khoirul Fatna.

Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie mengatakan tiga mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara. Sedangkan satu lagi merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum.

"Kebetulan Saya Ketua Prodi Hukum Tata Negara di Fakultas Syari’ah dan Hukum. Tiga mahasiswa Prodi HTN, yang satu Prodi Ilmu Hukum. Di bawah Fakultas Syari’ah dan Hukum, semuanya," ujar Gugun saat dihubungi, Kamis (2/01/2025).

Gugun menyampaikan empat mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa berprestasi. Mereka juga tergabung dalam komunitas pemerhati konstitusi.

Diungkapkan Gugun, selama ini komunitas tersebut aktif mengelar debat terkait dengan konstitusi. Termasuk membuat artikel-artikel ilmiah.

"Mereka juga aktif melakukan debat konstitusi. Kemudian artikel-artikel ilmiah mereka sudah publikasi di beberapa jurnal ilmiah," ucapnya.

"Ternyata di UIN yang Fakultas Ilmu Hukum-nya berdiri belakangan, tapi cepat dia belajar ya. Termasuk memberi ruang kepada mahasiswanya untuk langsung melakukan JR (Judicial Review) konstitusi, langsung menjadi pemohon Judicial Review di Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Menurut Gugun, empat mahasiswa ini tidak hanya belajar. Namun lebih dari itu, empat mahasiswa ini berani praktik langsung dengan menjadi pemohon Judicial Review.

"Jadi mereka bukan hanya belajar tapi langsung praktik ya. Berani menjadi pemohon, berani menyusun berkas permohonan ke MK itu sudah kami apresiasi," ungkapnya.

Lebih lanjut, Gugun mengatakan putusan MK ini merupakan putusan monumental.

"Satu yang terpenting dari putusan monumental Mahkamah Konstitusi adalah lembaga pengawal konstitusi ini membuka ruang partisipasi publik yang sangat bermakna," ujar Gugun.

Gugun menyampaikan putusan MK ini membuat optimisme pendidikan demokrasi dan konstitusi.

"Karena anak-anak yang masih belajar di perguruan tinggi mempersoalkan satu pasal penting yang lebih dari 30 kali diuji di MK tidak pernah dikabulkan dan momen kali ini dikabulkan," ucapnya.

"Itu artinya dugaan, tuduhan bahwa MK itu disetir oleh oligarki, MK itu tunduk pada kekuatan-kekuatan dinasti itu tidak benar juga dari putusan hari ini," imbuhnya.

Gugun melihat kunci dikabulkanya gugatan, karena empat mahasiswa ini tidak ada motif kepentingan kekuasaan tertentu. Artinya pemohon dalam hal ini empat mahasiswa ini merupakan bagian dari rakyat.

"Saya kira pertama bahwa motif dari pengujian ini, motif JR ini mahasiswa ini obyektif, dia tidak ada subyektif kepentingan kekuasaan tertentu," ungkapnya.

Diungkapkan Gugun, empat mahasiswa ini menjadi pemohon Judicial Review bukan atas dasar kepentingan politik kekuasaan.

Namun untuk kepentingan masa depan demokrasi, kepentingan pendidikan demokrasi dan konstitusi.

Empat mahasiswa ini lanjut Gugun murni mewakili suara rakyat.

"Ya, betul (mewakili suara rakyat). Ya, karena mereka mahasiswa itu bagian dari masyarakat yang gelisah, kalau angka presidential threshold tidak dihapus oleh MK, maka maka setiap pilpres ya ketemunya capres-nya itu itu aja dari partai-partai besar yang itu pasti sudah di kooptasi, didominasi, dihegemoni oleh kepentingan oligarki," pungkasnya.

Sumber