Guntur Soekarnoputra Ungkap Keberanian Megawati Kirim Bendera Pusaka ke Rezim Orba

Guntur Soekarnoputra Ungkap Keberanian Megawati Kirim Bendera Pusaka ke Rezim Orba

JAKARTA, KOMPAS.com - Putra Pertama Presiden Pertama RI Soekarno, Guntur Soekarnoputra, menceritakan bagaimana adiknya, Megawati Soekarnoputri, mendapatkan penugasan yang cukup berisiko, yakni mengirimkan Bendera Pusaka Merah Putih untuk perayaan Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 1967.

Cerita itu dituangkan Guntur melalui tulisannya dalam buku berjudul "Sangsaka Melilit Perut Megawati" yang diluncurkan pada Minggu (3/11/2024).

Guntur mengawali kisah itu ketika Presiden Kedua RI Soeharto kebingungan karena Bendera Pusaka tidak diketahui keberadaannya.

"Ketika mau 17 Agustus 1967, rupanya Pak Harto sudah jadi presiden atau apa, lupa, kebingungan gimana enggak ada Bendera Pusaka yang mau dikibarkan. Kemudian mereka mencari," kata Guntur saat menceritakan isi buku yang dituliskannya.

Satu-satunya jalan, jelas Guntur, pemerintahan Orde Baru harus bertanya kepada Soekarno.

Sementara itu, kata Guntur, Bung Karno enggan menyerahkan Bendera Pusaka itu ke pemerintah Orde Baru.

Akhirnya, Bung Karno mengaku tidak menyimpan bendera tersebut ketika diinterogasi.

"Tapi di situ tidak manusiawinya Orde Baru terhadap Bung Karno. Setiap Bung Karno mengelak, Bung Karno diberi tekanan psikologis agar kasih tahu di mana bendera," ujar Guntur.

Suatu ketika, Guntur mengaku dipanggil Bung Karno untuk menjelaskan mengenai Bendera Pusaka tersebut.

Kepada Guntur, Bung Karno mengaku akan menyerahkan Bendera Pusaka tersebut ke Soeharto. Akan tetapi, masalah pun tidak selesai di situ.

Sebab, menurut Guntur, ada kesulitan untuk mengirimkan Bendera Pusaka itu oleh Bung Karno secara langsung.

Guntur mengatakan saat itu Bung Karno "dikarantina" akibat dampak gejolak politik selepas peristiwa 30 September 1965.

"Tapi masalahnya, kalau kita nengok Bung Karno, istilahnya, di karantina. Jangankan bawa benda-benda yang aneh atau bagaimana," jelasnya.

"Kalau ibu kirim sayur lodeh saja, itu oleh komandan jaga di Wisma Yaso dengan bayonet diudek-udek sayur lodehnya, takut apa, takut apa, dan sebagainya," lanjut Guntur.

Akhirnya, istri Soekarno atau ibu dari Guntur yang merupakan penjahit Bendera Pusaka, Fatmawati, memiliki ide yakni meminta Megawati mengirimkan bendera tersebut.

Caranya, bendera itu dililitkan ke perut Megawati yang ditutup busana sehari-hari yang agak longgar.

Megawati, yang ketika itu memiliki panggilan akrab "Adis", juga mendapatkan instruksi khusus agar tidak ketahuan oleh pos penjaga Wisma Yaso, sedang mengirimkan Bendera Pusaka.

Bila melalui pos pemeriksaan di Wisma Yaso, Mega diminta mengaku sedang hamil muda karena perut yang membesar.

Megawati yang mendapat tugas penuh risiko tersebut ternyata sangat berani dan tenang.

"Adis ditanya, ‘Dis, kamu kalau dapat tugas membawa bendera, kamu sanggup enggak?’ Adis bilang sanggup, berani, padahal itu penuh risiko," ungkap Guntur.

Mendengar pernyataan itu, Guntur menggelengkan kepalanya karena melihat keberanian Megawati.

Ia pun menilai pekerjaan yang dilakukan Megawati itu termasuk pekerjaan gila.

"Saya cuma bisa geleng-geleng kepala, ini pekerjaan gila. Akhirnya dilaksanakan, Alhamdulillah sampai ke Bung Karno, dibawa ke kamar Bung Karno, di sana dibuka kemudian diserahkan kepada utusan Orde Baru," pungkasnya.

Sumber