Guru Ngaji di Bolaang Mongondow Selatan Dipecat Diduga karena Beda Pilihan Bupati
JAKARTA, KOMPAS.com - Guru ngaji di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan diberhentikan dari pekerjaannya setelah memilih calon kepala daerah yang tidak sesuai dengan arahan camat atau kepala desa (Kades).
Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Arsalan Makalang dan Hartina S. Badu, Fanly Katili, dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Fanly menyatakan bahwa pemecatan secara tiba-tiba dengan alasan yang tidak jelas dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan (SK) Pemberhentian.
"Karena mendukung salah satu pasangan calon kepala daerah yang tidak sesuai dengan arahannya, guru ngaji diberhentikan tanpa alasan yang jelas," kata Fanly dalam sidang di Gedung MK, Selasa (14/1/2024).
Fanly menyebutkan bahwa intimidasi oleh kepala desa hampir terjadi di semua kecamatan.
Dia bilang, mayoritas warga takut untuk melaporkan adanya kecurangan yang terjadi dalam proses pemilihan kepala daerah Bolaang Mongondow Selatan.
"Hal ini terjadi di hampir semua kecamatan, masyarakat takut untuk melaporkan, hanya beberapa orang saja yang melaporkan," ucapnya.
Dalam sidang ini, Ketua majelis hakim Arief Hiayat pun mempertanyakan maksud denda Rp 5.000.000 yang dijatuhkan oleh Kades kepada warga.
Hal ini disampaikan Arief saat tengah membaca permohonan gugatan bupati dan wakil bupati Arsalan Makalang dan Hartina S. Badu tersebut.
"Ini apa ini, kok ada pemberian denda Rp 5.000.000 kepada warga yang melaporkan, ini apa?" tanya Arief.
Mendengar pertanyaan itu, Fanly Katili menjelaskan bahwa aparat desa mengintervensi warga untuk memilih pasangan calon tertentu.
Hal ini membuat warga takut untuk melaporkan dugaan adanya kecurangan.
Apalagi, ada denda yang bakal dijatuhkan jika ada laporan tersebut.
"Jadi memang di sana agak unik sedikit, Yang Mulia, kalau masyarakat ada yang melaporkan, itu didenda oleh Kepala Desa-nya," kata Fanly.
"Kami meminta peraturan desanya, tapi enggak ada. Kami juga bingung pada saat itu, apakah ada peraturan desanya atau tidak," ucapnya.