Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember
JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan membacakan vonis perkara dugaan rasuah yang menjerat eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani pada 30 Desember mendatang.
Vonis juga akan dibacakan untuk tiga terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah lainnya, yakni eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra, pemilik money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, M.B. Gunawan.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Rianto Adam Pontoh mengatakan, pihaknya menetapkan jadwal pembacaan vonis itu dengan mempertimbangkan cuti Natal dan tahun baru.
“Oleh karena ini akan menghadapi cuti natal dan tahun baru, jadi sebelum tahun baru kami akan putus perkara ini. Insya Allah hari Senin tanggal 30 Desember,” ujar Hakim Pontoh di ruang sidang, Kamis (5/12/2024).
Ia juga menyebut, Riza, Helena, dan terdakwa lainnya mendapat kesempatan untuk membacakan nota pembelaan atau pleidoi pekan depan, Kamis (12/12/2024).
Hakim Pontoh mempersilakan para terdakwa menyiapkan naskah pleidoi itu baik pembelaan pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.
“Saudara juga bisa mengajukan pembelaan secara pribadi ya. Dalam waktu sama, semua satu Minggu,” tutur Hakim Pontoh.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Riza dan Emil dihukum 12 tahun penjara serta Helena dan Gunawan 8 tahun penjara.
Selain Gunawan, ketiga terdakwa dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Sementara itu, Gunawan dituntut denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, Riza, Emil, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan pengusaha Helena Lim.
Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.