Hakim Cecar Eks Dirut Timah soal Bayar Lebih Mahal ke RBT: Apa karena Harvey?
Majelis hakim mencecar mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, soal harga khusus untuk smelter swasta PT Refined Bangka Tin (PT RBT) yang diwakili Harvey Moeis. Hakim menanyakan apakah pemberian harga khusus itu karena PT RBT diwakili Harvey.
Hal itu ditanya hakim ke Riza yang dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024). Riza, yang juga terdakwa kasus ini, bersaksi untuk terdakwa Suwito Gunawan alias Awi selaku beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak 30 Desember 2019, dan Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020.
Dalam kasus ini, PT Timah disebut menjalin kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah dengan lima smelter swasta. Kesepakatan harganya ialah USD 3.700 per ton Sn untuk PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa.
Sementara itu, PT RBT memperoleh harga USD 4.000 per ton Sn. Hakim menanyakan alasan mengapa harga ke PT RBT lebih mahal. "Kenapa kok dibedakan untuk RBT? Apakah karena waktu itu ada Harvey Moeis di situ?" tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto.
"Tidak, Yang Mulia," jawab Riza.
"Karena yang kalau yang lainnya semuanya ada Harvey Moeis semuanya USD 4.000 atau seperti itu?" tanya hakim.
"Nggak, Yang Mulia," jawab Riza.
Mochtar mengatakan harga itu ditetapkan karena PT RBT memiliki sertifikasi The International Organization for Standardization (ISO) hingga laboratorium. Dia mengatakan hal itu menjadi pembeda PT RBT dengan smelter lain.
"Kalau dari info yang saya terima memang kualitas dari smelter RBT ada sertifikasi ISO, ada sertifikasi peralatan," kata Riza.
Riza mengatakan harga sewa peralatan mengalami penurunan pada 2020. Dia mengatakan penurunan harga terjadi karena kesulitan mencari bijih timah saat pandemi dan harga timah juga turun.
"Apakah benar pada akhirnya sampai ke angka 2.500?" tanya hakim.
"Di 2020, Yang Mulia, karena 2020 ada pandemi, harga logam makin turun makin turun," jawab Riza.
"Dan pada akhirnya dihentikan perjanjiannya?" tanya hakim.
"Betul, Yang Mulia, karena makin sulit, pertama makin sulit nyari bijih timah pada saat itu pandemi, banyak masyarakat penambang juga nggak banyak aktivitas," jawab Riza.
Kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah itu berlangsung pada 2018-2020. Riza mengatakan PT Timah yang mengusulkan penghentian kerja sama tersebut.
"PT Timah mengusulkan penghentian," jawab Riza.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Rabu (14/8), Harvey disebut sebagai pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin dalam urusan kerja sama dengan PT Timah. Harvey disebut melakukan kongkalikong dengan terdakwa lain terkait proses pemurnian timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah tambang PT Timah yang merupakan BUMN.
Jaksa mengatakan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah PT Timah dengan lima smelter swasta itu hanya akal-akalan belaka. Jaksa mengatakan harga sewanya juga jauh melebihi nilai harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah.
Jaksa mengatakan suami artis Sandra Dewi itu meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan yang disisihkan seolah-olah untuk dana corporate social responsibility (CSR).
Jaksa mengatakan dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim sebesar Rp 420 miliar. Harvey Moeis juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sementara itu, Helena didakwa menampung uang dari kasus dugaan korupsi ini.