Hakim Sebut 3 Kadis ESDM Tak Awasi Perusahaan Tambang, Akibatnya Negara Merugi
JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) disebut menyalahgunakan wewenang lantaran tidak mengawasi perusahaan tambang timah dengan benar.
Adapun ketiga Kadis ESDM itu adalah Suranto Wibowo yang menjabat Januari 2015 sampai Maret 2019; periode Maret 2019 sampai dengan Desember 2019, Rusbani; dan periode 2020-2021, Amir Syahbana.
Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Sukartono menyebut, Amir Syahbana menerbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 5 perusahaan smelter swasta yang terafiliasi dengan PT Timah Tbk.
RKAB menjadi dokumen yang harus disusun setiap tahun oleh perusahaan pertambangan. Persoalannya, lima perusahaan itu disebut tidak memenuhi syarat lantaran tidak memiliki competent person (CP).
“(Amir Syahbana) memberikan persetujuan RKAB terhadap 5 smelter yang terafiliasi sebanyak 22 RKAB di tahun 2020 yang bekerja sama dengan PT Timah,” ujar Hakim Sukartono di ruang sidang, Rabu (11/12/2024).
Sementara itu, Rusbani menerbitkan RKAB terhadap enam perusahaan smelter yang terafiliasi dengan PT Timah pada kurun Maret hingga Desember 2019.
Termasuk dalam perusahaan itu adalah smelter swasta yang meneken kontrak kerja sama penglogaman dengan PT Timah.
Adapun Suranto menerbitkan RKAB untuk 35 perusahaan pertambangan yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk sepanjang 2015 hingga 2019.
Lebih lanjut, Hakim Sukarto menyebut, baik Amir, Suranto, dan Rusbai sebagai Kepala Dinas ESDM Babel tidak mengawasi perusahaan yang telah mereka terbitkan RKAB.
Padahal, kegiatan perusahaan-perusahaan itu merugikan keuangan negara dengan menambang timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah dan bijihnya dibeli oleh PT Timah, membeli bijih timah dari penambang ilegal di IUP PT Timah, dan lainnya.
“Karena perusahaan-perusahaan tersebut melakukan kerja sama dengan PT timah untuk melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah dan tidak melakukan penambangan di IUP-nya sendiri sehingga mengakibatkan kerugian negara,” tutur Hakim Sukartono.
Hakim lantas menyebut, perbuatan ketiga terdakwa memenuhi seluruh unsur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hakim kemudian menuntut Amir dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti Rp 325 juta
Suranto divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sementara, Rusbani dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
“Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Fajar Kusuma Aji.