Hakim Sebut Harvey Moeis Terbukti Lakukan Perbuatan Melawan Hukum
JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut, terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga timah, Harvey Moeis terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
Hal ini disampaikan anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Suparman Nyompa, saat menguraikan unsur Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam sidang vonis Harye, Senin (23/12/2024).
Hakim Suparman menyebut perbuatan Harvey yang dinilai melanggar hukum antara lain adalah ia menginisiasi kerja sama sewa alat pengolahan antara PT Timah Tbk dengan perusahaan swasta.
Harvey disebut melakukan negosiasi dengan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra, dan Direktur Operasi Produksi PT Timah Alwin Albar.
Tindakan ini dilakukan atas sepengetahuan Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, yang diwakili Harvey.
“Terdakwa Harvey Moeis bersama Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan Alwin Albar menyepakati harga sewa pengolahan timah sebesar 4.000 dollar AS per ton untuk PT RBT dan 3.700 dollar per ton untuk empat smelter swasta tanpa kajian feasibility study dan kajian dibuat tanggal mundur,” kata Hakim Suparman di ruang sidang.
Hakim Suparman menyebut, biaya sewa smelter tersebut terlalu mahal jika dibandingkan PT Timah yang melebur bijih timah menggunakan smelter milik sendiri.
Kerja sama ini dinilai kemahalan hingga Rp 2.284.950.217.912,14 (Rp 2,2 triliun).
Tidak hanya itu, atas sepengetahuan Suparta dan Reza, Harvey Moeis juga bertemu Mochtar, Alwin Albar, dan 27 pemilik smelter swasta guna membahas permintaan Mochtar kepada mereka agar menyerahkan 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta.
“Karena bijih timah smelter swasta tersebut bersumber dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk,” ujar Hakim Suparman.
Selain itu, Hakim Suparman menyebut Harvey Moeis, atas sepengetahuan Suparta, bersepakat dengan pihak PT Timah Tbk untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK).
SPK ini dinilai menjadi akal-akalan untuk melegalkan pembelian bijih timah dari penambang ilegal yang mengambil bijih dari IUP PT Timah.
“Dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah,” tutur Hakim Suparman.
“Menimbang bahwa dengan demikian, berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka unsur melawan hukum dalam pasal ini telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa,” ujar Hakim Suparman.
Dalam kasus ini, hakim menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan penjara terhadap Harvey.
Ia juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar yang akan diganti dengan pidana badan selama 6 bulan jika tak dibayar.
Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Ia juga dibebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Jaksa menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan para bos perusahaan smelter swasta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan, dengan perintah tetap dilakukan penahanan di rutan,” ujar jaksa.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Harvey, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapatkan keuntungan.