Hakim Tolak Praperadilan MAKI Terkait Dugaan Kasus Firli Bahuri Mangkrak
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait dugaan mangkraknya perkara tersangka mantan Ketua KPK Firli Bahuri. Dinyatakan bahwa proses penyidikan oleh Polda Metro masih berjalan.
Sidang pembacaan putusan praperadilan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (18/12/2024). Hakim Lusiana Amping menyatakan permohonan praperadilan terhadap Polda Metro Jaya hingga Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta itu tidak dapat diterima.
"Menimbang praperadilan yang diajukan para pemohon dinyatakan tidak dapat diterima, maka biaya dalam perkara ini akan disematkan pada para pemohon sebesar nihil," kata hakim Lusiana Amping dalam persidangan di PN Jaksel.
Hakim dalam pertimbangannya mengatakan kasus dugaan mangkraknya perkara tersangka Firli Bahuri masih berlangsung dalam tahap penyidikan. Ia menyebut bukti yang dilampirkan oleh MAKI tak mendukung.
Lusiana menyebut berdasarkan bukti yang disampaikan oleh pihak termohon 1 dan 2, yakni Polda Metro-Kejati, membuktikan penyidikan dugaan pemerasan Firli Bahuri terhadap Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tak dihentikan. Lusiana menyebut permohonan pemohon bersifat prematur.
"Menimbang bahwa dari bukti yang diajukan oleh para pemohon hanya berupa link berita, tidak ada yang mendukung dalil para pemohon bahwa terjadi penghentian penyidikan," ujar Lusiana.
"Bukti yang diajukan oleh termohon juga tidak ada yang mendukung bahwa para termohon telah menghentikan proses penyidikan terhadap kasus tindak pidana pemerasan, suap dan atau gratifikasi yang diduga dilakukan oleh Firli Bahuri," tambahnya.
Sebelumnya Koordinator MAKI Boyamin Saiman menjelaskan alasan pihaknya melayangkan gugatan praperadilan terhadap Polda Metro Jaya hingga Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gugatan itu terkait dengan kasus dugaan Firli Bahuri memeras Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang dinilai penyidikannya terlalu lambat.
Dia menduga dua lembaga penegak hukum tersebut telah menghentikan penyidikan kasus Firli. Boyamin menyebut kedua lembaga ini tak profesional dalam bekerja.
"Bahasa sederhananya, kita mengadulah kepada hakim bahwa mereka itu tidak kerja profesional dengan pintu masuk penghentian penyidikan karena pintu masuknya hanya itu," kata Boyamin kepada wartawan di PN Jaksel, Selasa (3/12).
Sebab, Boyamin menyebutkan, pada awal dimulai penyidikan, perkara itu seakan-akan cepat ditangani. Namun dia menilai penyidik melambat dan seakan-akan tak menyampaikan secara terbuka mengenai perkembangan penyidikan kasus itu.
"Dulu di awal-awal saat penyelidikan itu kan cepat. Penyelidikan mungkin hanya dua minggu, penyidikan juga dua minggu, terus penetapan tersangka juga dua minggu atau sebulan. Pokoknya seingat kita waktu itu cepat, nggak sampai dua bulan sudah penetapan tersangka, kemudian juga langsung dilimpahkan kepada penuntut," ungkap Boyamin.
"Tiba-tiba habis itu dilimpahkan lagi, dibalikkan lagi terus sampai satu tahun tidak ada kegiatan apa-apa," sambung dia.
Kemudian, Boyamin juga menduga pemanggilan pemeriksaan oleh penyidik terhadap Firli Bahuri pada Kamis (28/11) lalu hanya dalih seakan penyidikan kasusnya masih berproses. Lebih lagi, lanjutnya, tak ada upaya pemanggilan paksa terhadap Firli meski telah berulang kali mangkir pemeriksaan.
"Mereka tampaknya mau istilahnya menghadapi persidangan ini dengan suatu tanda kutip trik-lah dengan cara memanggil Pak Firli," duga Boyamin.
"Seakan-akan mereka belum menghentikan penyidikan, buktinya mereka memanggil Pak Firli. Tapi apa yang terjadi ketika Pak Firli nggak datang, ya tidak ada upaya paksa," bebernya.
Adapun gugatan itu teregister dengan nomor perkara 115/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL dengan pemohon MAKI dan LP3HI. Sementara itu, termohon dalam gugatan itu wilayah Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, dan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.