Hal yang Belum Diungkap Polisi dalam Kasus Pegawai Komdigi Bekingi Situs Judol

Hal yang Belum Diungkap Polisi dalam Kasus Pegawai Komdigi Bekingi Situs Judol

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menjadi sorotan publik setelah Polda Metro Jaya menangkap belasan pegawai yang diduga terlibat dalam perlindungan terhadap ribuan situs judi online (judol).

Pegawai-pegawai ini, yang bekerja dari kantor di Jakasetia, Bekasi, diduga tidak memblokir situs-situs tersebut demi keuntungan pribadi, sehingga merugikan masyarakat dan menambah jumlah warga yang terjebak dalam kecanduan judi.

Sejauh ini, polisi telah menetapkan 15 orang sebagai tersangka, termasuk 11 pegawai Kementerian Komdigi dan 4 warga sipil.

Selain itu, dua pelaku, yakni A dan M, masih dalam pencarian.

"Website yang telah menyetorkan uang akan dikeluarkan dari daftar pemblokiran," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, Selasa (5/11/2024).

Menurut Wira, sejumlah pegawai di kantor satelit itu diorganisir untuk mengelola situs-situs yang terlibat. Ada 12 orang yang bertugas di kantor ini, terdiri dari 8 operator dan 4 admin.

Operator mengumpulkan data situs yang akan diblokir, sedangkan admin mengatur data tersebut.

Situs yang menyetorkan uang secara rutin, dua minggu sekali, dikeluarkan dari daftar pemblokiran oleh tersangka AJ, yang menggunakan akun Telegram milik tersangka AK.

Setelah daftar situs judi dibersihkan, AK kemudian mengirimnya kepada tersangka R untuk diblokir sesuai instruksi.

Salah satu tersangka, AK, diketahui telah mengikuti seleksi sebagai tenaga teknis untuk pemblokiran konten negatif di Komdigi pada akhir 2023.

Walaupun tidak lolos seleksi, AK akhirnya dipekerjakan dan diberi wewenang untuk mengatur pemblokiran situs.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa terdapat prosedur baru yang memungkinkan AK dan timnya menjadi bagian dari tim pemblokiran di Komdigi.

"Setelah pendalaman, ternyata terdapat SOP baru yang memberikan kuasa kepada AK dan timnya sehingga mereka bisa masuk menjadi tim pemblokiran website di Komdigi," ujar Ade Ary di Polda Metro Jaya, Rabu (6/11/2024).

Penyelidikan masih berlanjut untuk mengungkap apakah ada unsur kesengajaan dalam penerbitan SOP tersebut yang memungkinkan pelanggaran ini terjadi.

Investigasi polisi menemukan bahwa pengelola situs judol rutin memberikan setoran uang kepada para pelaku setiap dua pekan agar situs mereka tetap beroperasi.

Ade Ary menyebutkan, setoran tersebut diberikan dalam bentuk tunai atau melalui penukaran uang di money changer.

"Diketahui bahwa uang setoran dari para bandar, itu diberikan kepada para pelaku dalam bentuk cash atau tunai, dan juga melalui money changer," kata Ade Ary.

Namun, polisi belum mengungkapkan di mana lokasi money changer tersebut dan apakah ada pertemuan langsung antara bandar dan pelaku di sana.

Polisi juga sedang melakukan inventarisasi situs-situs yang dilindungi agar tidak diblokir. Ade Ary menjelaskan bahwa penyidik tengah mendata jumlah situs yang diuntungkan oleh para pelaku.

Berdasarkan keterangan tersangka, dari 5.000 situs yang seharusnya diblokir, sekitar 1.000 situs dibebaskan dari pemblokiran.

“Biasanya 4.000 Pak, 1.000 sisanya dibina, dijagain supaya enggak keblokir,” ujar salah satu tersangka saat interogasi.

Polisi terus mendalami kasus ini, termasuk mengecek proses internal di Kementerian Komdigi yang memungkinkan terjadi penyalahgunaan wewenang untuk melindungi situs-situs judi tersebut.

Sumber