Harapan agar Presiden Tuntaskan RUU Perampasan Aset

Harapan agar Presiden Tuntaskan RUU Perampasan Aset

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia mengharapkan Presiden RI Prabowo Subianto dapat memperkuat pemberantasan korupsi, salah satunya melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Namun demikian, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Senin (28/10/2024), RUU tersebut tidak masuk dalam daftar usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia berpendapat, Indonesia sudah memiliki cukup banyak aturan terkait pemberantasan korupsi, tanpa perlu adanya RUU Perampasan Aset.

"Tapi dari pembicaraan teman-teman di sini, sebetulnya kalau bicara tentang pemberantasan korupsi, tanpa juga kita kemudian membuat Undang-Undang Perampasan Aset itu sudah cukup," kata Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Ia juga menerangkan, Presiden Prabowo Subianto terus menekankan pentingnya pemberantasan korupsi.

"Nanti undang-undang apa saja yang diperlukan, kita lagi mau susun, apakah termasuk UU Perampasan Aset, ini yang sedang kita kaji," tambah Doli.

Di sisi lain, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menilai, ketidakhadiran RUU Perampasan Aset dalam daftar usulan Prolegnas 2025-2029 sangat mengecewakan publik.

Ia mengatakan, masyarakat telah berharap agar Komisi XIII DPR dapat mengusulkan RUU Perampasan Aset sebagai prolegnas, bahkan prolegnas prioritas.

"Ini sebagai komitmen bahwa RUU ini merupakan carry over dari periode sebelumnya," ujar Diky saat dihubungi, Selasa (29/10/2024).

Berdasarkan catatan ICW dalam laporan pemantauan proses persidangan kasus korupsi dari 2015 hingga 2023, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp279,2 triliun, sementara pemulihan kerugian melalui pidana tambahan uang pengganti hanya mencapai Rp37,2 triliun.

Diky menegaskan perlunya dorongan dari Presiden Prabowo agar RUU Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan di DPR.

"Seharusnya bukan tugas yang berat bagi Prabowo untuk meyakinkan DPR agar segera membahas RUU Perampasan Aset, karena mayoritas anggota DPR berasal dari partai koalisi pemerintahannya," ucapnya.

Senada dengan ICW, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menyatakan bahwa Presiden Prabowo dapat memerintahkan Partai Gerindra dan partai pendukungnya untuk memprioritaskan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2025-2029.

Menurut Zaenur, tanpa RUU Perampasan Aset, pemberantasan korupsi di Indonesia tak akan mengarah pada kemajuan.

"Saya berharap Presiden Prabowo dapat melihat pentingnya RUU Perampasan Aset ini dan memerintahkan partainya serta partai pendukungnya untuk memprioritaskan RUU ini agar dapat masuk Prolegnas," kata Zaenur saat dihubungi.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan, RUU Perampasan Aset sangat diperlukan untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi dan memulihkan kerugian negara.

"Pembahasan RUU Perampasan Aset merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, memperkuat sistem hukum, memulihkan kerugian negara, sekaligus mematuhi standar internasional," kata Tessa dalam keterangan tertulis, Selasa.

Tessa menambahkan, RUU ini memungkinkan negara untuk menyita hasil kejahatan, termasuk aset-aset yang disembunyikan di luar negeri.

Menurutnya, pelaku korupsi sering kali menyembunyikan atau mentransfer aset mereka agar tidak bisa dijangkau oleh otoritas hukum. Perampasan aset tanpa menunggu putusan pidana akan menjadi alat yang kuat untuk memulihkan kekayaan negara.

"Alhasil, rampasan tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara sebagai salah satu modal pembangunan nasional. Hal ini akan memberikan dampak langsung terhadap penguatan keuangan negara serta mendukung program-program sosial lainnya," ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa negara-negara dengan undang-undang kuat terkait perampasan aset hasil kejahatan cenderung dipandang lebih kredibel dalam hubungan internasional.

"Hal ini akan memperkuat hubungan bilateral dan multilateral Indonesia dengan negara-negara yang memiliki kerangka hukum serupa," ujar Tessa.

Sumber