Harapan Inovasi Hijau BUMN
Pada tahun baru 2025 ini, ada perubahan nama sejumlah BUMN khususnya BUMN energi. Menteri BUMN Erick Thohir,menyebutkan, perubahan nama sejumlah BUMN tidak hanya sekadar untuk mengubah nomenklatur kelembagaan, tetapi yang terpenting adalah mengubah tradisi kerja; budaya kerja baru untuk menghadapi kompetisi global.
Sebagaimana diketahui, selama dua tahun terakhir, Kementerian BUMN melakukan sejumlah perombakan direksi perusahaan pelat merah. Sejumlah nama baru muncul di jajaran direksi maupun komisaris. Teranyar, kementerian yang dipimpin Erick Thohir itu merombak jajaran direksi PT Pertamina (Persero) sekaligus memangkas sejumlah pos direksi dari semula 11 direktur menjadi hanya tinggal enam direksi, termasuk direktur utama (dirut).
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina, Jumat (27/12/2024), posisi Dirut Pertamina tetap diduduki Nicke Widyawati yang sebelumnya telah menjabat sejak Agustus 2018. Sejumlah nama baru muncul di jajaran direksi. Beberapa di antaranya berasal dari luar Pertamina dengan berbagai latar belakang industri. Namun, yang cukup mengejutkan adalah perampingan nomenklatur direksi perseroan yang kini lebih singset. Hanya ada lima direktorat, yakni Direktur Keuangan, Direktur SDM, Direktur Logistik dan Infrastruktur, Direktur Strategi Portofolio dan Pengembangan Usaha, dan Direktur Penunjang Bisnis.
Dari sejumlah direktorat tersebut, pemegang saham, dalam hal ini Kementerian BUMN, menghilangkan posisi direktur hulu, yang sebelumnya berperan sebagai pengawal bisnis Pertamina di sektor hulu migas. Dalam skema nomenklatur direksi Pertamina yang beredar, untuk direktorat hulu ke depan berada di bawah koordinasi direktur utama, namun sifatnya seperti sub holding yang khusus menangani bisnis hulu migas. Jika dilihat komposisi nomenklatur yang baru, ada harapan munculnya efisiensi karena direksi lebih ramping di atas.
Menteri BUMN pun berharap, dengan komposisi nomenklatur baru ini Pertamina akan lebih fokus berbisnis dengan membiarkan anak-anak usahanya mengembangkan bisnis. Bahkan, ada target tersendiri dari menteri Erick. Dalam dua tahun ke depan, anak-anak usaha di hulu migas ini harus bisa lebih mandiri dengan cara go public di bursa saham.
Inovasi Hijau Jika memperhatikan nomenklatur dan target-target besar Kementerian BUMN, muncul harapan BUMN kebanggaan nasional ini bisa tumbuh menjadi raksasa seperti zaman keemasannya dulu. Kuncinya adalah inovasi hijau. Pakar investasi Amerika, Joseph Carlos dalam Green Innovation Vs Death Corporate (2022) menegaskan bahwa ke masa depan, hanya perusahaan yang mampu konsisten berinovasi hijau yang akan bertahan hidup. Perusahaan yang lambat dalam merespon inovasi hijau dipastikan lebih cepat terpuruk bahkan mati.Maka belajar dari kasus-kasus matinya banyak perusahaan tahun-tahun sebelumnya di berbagai negara, di Indonesia BUMN energi di tengah krisis energi harus banyak berinovasi sesuai dinamika zaman. Sumber-sumber energi baru dan terbarukan dan harus menjadi salah satu target kinerja yang lebih agresif pada tahun mendatang.Sayangnya untuk urusan "inovasi" hijau demikian, BUMN kita banyak yang gagal. Inovasi hijau dimaksud adalah terobosan dan temuan baru sumber-sumber energi baru terbarukan yang sudah lama dijanjikan belum juga dieksekusi. Tercatat ada 29 pos inovasi hijau dan agenda pengembangan energi baru terbarukan, hasil riset lintas stakeholders yang sudah menghabiskan triliunan rupiah masih "mangkrak" di gudang riset. Carlos juga menegaskan bahwa inovasi hijau korporasi hanya bisa dilakukan dengan menjalankan prinsip-prinsip riset berkelanjutan. Divisi atau departemen riset harus diperkuat agar semua inovasi berbasis riset, bukan sekadar latah jajaran manajemen apalagi sekadar ‘janji politik’. Riset inovasi di banyak perusahaan global yang berhasil memenangkan kompetisi dilakukan melalui kolaborasi berkelanjutan dengan lembaga-lembaga riset independen-profesional, atau dilakukan oleh manajemen korporasi secara serius; 80% perusahaan-perusahaan global di Amerika, negara-negara Eropa, dan Jepang atau China justru dikembangkan dari manajemen perusahaan sendiri, sehingga hasilnya lebih nyata.
Data-data hasil riset kemudian dijadikan visi strategis korporasi untuk selanjutnya segera dieksekusi. Bagi perusahaan energi di Indonesia, hasil riset inovasi tersebut, jika segera dieksekusi diyakini bisa memompa potensi energi terbarukan menghasilkan oase baru inovasi hijau. Sumber energi alam, gas bumi, sinar matahari (solar cell), energi angin, bagi energi air, lama diketahui amat melimpah dari Sabang sampai Merauke. Amat disayangkan, ketika disandingkan dengan manajemen, selalu dianggap tidak penting. Pengembangan sumber energi pun masih beraroma "broker", hanya fokus pada impor dan energi fosil. Ini tradisi primitif yang semestinya lama ditinggalkan.
Untuk alasan inilah, semestinya BUMN kita lebih fokus dengan membentuk-kembangkan tugas-tugas inovasi pada tahun mendatang. BUMN harus memberdayakan tim-tim fungsional inovasi investasi hijau sehingga kuat secara bisnis mempengaruhi kompetisi global. Pos-pos kepemimpinan harus diarahkan ke inovasi hijau ini. Maka untuk alasan ini, ada baiknya pemegang saham agar tidak lupa untuk mengevaluasi kinerja direksi lama yang dalam masa jabatan dinilai sejumlah kalangan justru kurang moncer. Fahmi Radhi, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), misalnya, terang-terangan mengkritik kinerja Pertamina pada era Nicke. Menurut Fahmi, Nicke tidak menunjukkan kinerja cemerlang selama menjabat orang nomor satu di Pertamina. Indikasinya, Pertamina tak mampu meningkatkan produksi di sumur-sumur terminasi seperti Blok Madura Offshore dan Blok Mahakam. Padahal, peningkatan lifting itu sangat dibutuhkan untuk menekan defisit neraca migas yang semakin bengkak. Di sisi lain, Pertamina juga belum menunjukkan progres berarti dari program pembangunan kilang minyak. Menurut Fahmi, dari beberapa kilang minyak yang direncanakan hampir tidak ada progres berarti. Lihat saja, rencana kerja sama Pertamina dan Aramco untuk pengembangan Kilang Cilacap yang justru berakhir sebelum dikerjakan. Demikian juga dengan Kilang Bontang, kerja sama Pertamina dengan Singapura Petroleum, mangkrak tak ada kejelasan. Tradisi buruk yang sudah menguras dana perusahaan plat merah demikian sudah harus dihilangkan ke depan, agar nama baru BUMN benar-benar mewujudkan citra, visi, dan aksi baru korporasi untuk memenangkan kompetisi yang kian tajam. Kita tunggu gebrakan BUMN itu!Tasroh, S.S, M.P.A, M.Sc mahasiswa S3 Administrasi Publik FISIP Unsoed, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kab. Banyumas