Harga Emas Ditempa Konflik Suriah dan Aksi Borong China
Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas mencapai titik tertinggi dalam dua minggu seiring dengan kekhawatiran terkait kondisi di Suriah meningkatkan permintaan aset safe haven dan langkah bank sentral China yang kembali membeli logam mulia menyusul jeda enam bulan.
Mengutip Bloomberg pada Selasa (10/12/2024), harga emas di pasar spot naik hingga 1,6% ke level US$2.659,42 per troy ounce. Permintaan emas sebagian besar didorong oleh meningkatnya permintaan aset safe haven, setelah pasukan pemberontak mengambil alih ibu kota Suriah, Damaskus, dan menggulingkan Presiden Bashar al-Assad, yang melarikan diri ke Rusia.
Pasar menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi setelah perubahan rezim setelah perang saudara yang berkepanjangan. Pasukan pemberontak sebagian didukung oleh Turki dan memiliki hubungan dengan sekte Islam Sunni, yang membuat mereka berselisih dengan Iran. Laporan lain mengatakan Israel juga telah memasuki wilayah Suriah.
Sementara itu, serangan udara AS menghantam puluhan target ISIS di bagian tengah negara itu pada hari Minggu saat Presiden Joe Biden memperingatkan bahwa kejatuhan Assad dapat menyebabkan kebangkitan ekstremisme Islam.
"Keruntuhan pemerintah di Suriah dapat menyebabkan permintaan aset safe haven mengalir masuk. Laporan penggajian nonpertanian November terbaru mengonfirmasi bahwa penyeimbangan kembali berlanjut di AS, yang akan terus mendukung bias pelonggaran Fed," jelas laporan dari ANZ Group Holdings Ltd.
Sementara itu, Bank sentral China, People’s Bank of China (PBOC) pada Sabtu pekan lalu mengatakan telah membeli 160.000 troy ons emas murni pada November, mengakhiri jeda pembelian selama enam bulan. PBOC telah menjadi pembeli utama emas batangan sejak akhir 2022.
Dimulainya kembali pembelian oleh China dapat mendukung permintaan investor di negara tersebut. Mengutip Reuters, pada 2023 lalu, China merupakan pembeli emas sektor resmi terbesar di dunia, tetapi PBOC menghentikan pembelian beruntunnya selama 18 bulan pada Mei lalu.
Pembelian bank sentral yang kuat telah memainkan peran utama dalam mendukung rekor reli emas tahun ini, di samping pelonggaran kebijakan moneter dan ketegangan geopolitik.
"Faktor terpenting adalah berita bahwa PBOC melaporkan mereka kembali melanjutkan pembelian emasnya … pasar semakin berharap bahwa kita dapat melihat bank sentral lain mengikuti dan kita dapat melihat dimulainya kembali pembelian wilayah yang memecahkan rekor," kata kepala strategi komoditas di TD Securities, Bart Melek.
Sementara itu, bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) memulai siklus pelonggaran suku bunga dengan pemotongan 50 basis poin yang luar biasa besar pada bulan September, diikuti oleh pemotongan 25bps pada bulan November.
Para pedagang memperkirakan peluang 86% dari pemotongan suku bunga seperempat poin persentase lagi dari bank sentral pada pertemuannya 17-18 Desember mendatang.
Namun, jika Fed berhenti sejenak dan pesan-pesan yang mendasarinya ternyata bersifat hati-hati, hal itu akan memberikan tekanan sementara pada harga emas, kata analis StoneX Rhona O’Connell.
"Untuk jangka menengah, faktor pendorong geopolitik dan tekanan perbankan melebihi faktor penghambat apa pun," ujarnya.