Harimau Sumatera Keluar Hutan di Lampung, Berkurangnya Mangsa Jadi Sebab
LAMPUNG, KOMPAS.com - Fenomena keluarnya harimau sumatera dari dalam hutan dan memangsa ternak warga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, disebut karena faktor tidak mencukupinya mangsa di dalam hutan.
Peneliti Konservasi Keanekaragaman Hayati Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hendra Gunawan mengungkapkan, ketika karnivora seperti harimau sumatera keluar dari hutan habitat alaminya, bisa disebabkan oleh suatu factor penyebab atau akumulasi dari berbagai factor penyebab.
"Salah satu faktornya adalah ketersediaan satwa mangsa yang tidak mencukupi kebutuhan seluruh harimau di habitat tersebut," kata Hendra dalam wawancara secara tertulis, Jumat (27/12/2024).
Menurunnya satwa mangsa ini bukan hanya bisa terjadi akibat kerusakan habitat atau perburuan. Tetapi bisa juga karena populasi harimaunya yang bertambah, sementara persediaan mangsa jumlahnya relatif tetap.
"Sehingga memaksa harimau yang mencari mangsa di luar habitatnya yang masuk perkebunan atau permukiman untuk memangsa ternak," katanya.
Hendra menambahkan, perilaku keluar dari hutan dan masuk ke perrkebunan atau permukiman bisa juga disebabkan perilaku territorial.
Karnivora pada umumnya, terutama kucing besar seperti harimau, khususnya yang jantan memiliki sifat territorial.
Artinya, setiap Individu jantan harus memiliki teritori atau bagian dari daerah jelajah (home range) yang dikuasai dan dipertahankan dari individu jantan lain, untuk keperluan mencari mangsa dan kawin.
Jika populasi harimau jantan bertambah, sementara luas kawasan hutannya tetap, maka akan terjadi perebutan wilayah teritori antar jantan, dan yang kalah harus keluar mencari teritori di areal lain.
"Hal ini seringkali diiindikasikan oleh kasus harimau yang menjelajah melewati kampung atau kebun untuk pindah atau mencari habitat baru di dekatnya," katanya.
Indikasi lainnya, jika yang masuk kampung atau kebun karena kalah dalam perebutan territorial adalah harimau berjenis kelamin jantan,
fragmentasi hutan (habitat harimau) atau pemecahan habitat akibat deforestasi atau konversi hutan untuk penggunaan non hutan bisa juga menjadi pemicu terjadinya konflik.
"Karena fragmentasi menyebabkan menyusutnya luas habitat (habitat loss) sehingga tidak sesuai lagi luasnya dengan kebutuhan seluruh populasi harimau di hutan tersebut, daya dukung dan daya tampungnya menurun," kata dia.
Hal ini menyebabkan rintangan pergerakan atau penjelajahan harimau, bahkan dapat menyebabkan isolasi populasi ketika populasi tersebut terhalangi total tidak dapat pindah ke habitat lain di sekitarnya.
Hendra mengatakan, dua dampak fragmentasi ini juga memicu dan memperparah konflik harimau dengan manusia. Karena harimau semakin dekat dengan manusia, dan kondisi daya dukung dan daya tamping sudah terlewati.
"Padahal sebenarnya, harimau merupakan satwa yang secara naluri alamiahnya menjauhi manusia atau menghindari keramaian dan aktivitas manusia," katanya.
Diketahui, seekor harimau sumatera kembali terekam kamera di Kabupaten Pesisir Barat. Satwa itu melintas di depan kandang jebak yang disiapkan pemerintah.
Dalam rilis Polres Pesisir Barat, satwa bernama latin Panthera tigris sumatrae itu terekam di daerah Pekon (desa) Rawas, Kecamatan Pesisir Tengah.