Harvey Moeis Akan Divonis Senin 23 Desember

Harvey Moeis Akan Divonis Senin 23 Desember

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat dijadwalkan akan menjatuhkan vonis terhadap terdakwa dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, pada Senin (23/12/2024).

Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto mengungkapkan bahwa tahap pemeriksaan perkara Harvey dan dua petinggi perusahaan smelter PT Refined Bangka Tin (RBT) lainnya telah selesai.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah hakim mendengarkan materi duplik dari pengacara Harvey dan dua petinggi PT RBT.

"Kita akan jatuhkan putusan hari Senin untuk ketiga-tiganya, dan insya Allah dengan yang terdakwa lainnya juga dalam satu hari itu," ujar Hakim Eko di ruang sidang pada Jumat (20/12/2024).

Hakim Eko kemudian menetapkan jadwal sidang dengan agenda putusan sebelum mengetuk palu.

"Sidang selanjutnya ditunda sampai dengan hari Senin, tanggal 23 Desember 2024, jam 10 pagi dengan acara putusan," tambahnya.

Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dengan hukuman penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar, subsidair 1 tahun kurungan.

Selain itu, ia juga dibebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

Jaksa menilai bahwa Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, serta para bos perusahaan smelter swasta.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan penahanan di rutan,” ungkap jaksa.

Dalam perkara ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.

Harvey Moeis didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang sebesar Rp 420 miliar yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi.

Harvey, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah untuk meraih keuntungan.

Harvey menghubungi Mochtar untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar tersebut, dan setelah beberapa kali pertemuan, mereka sepakat untuk menutupi kegiatan akomodasi itu dengan sewa-menyewa peralatan pengolahan peleburan timah.

Selanjutnya, Suami Sandra Dewi ini menghubungi beberapa smelter, seperti PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, dengan meminta pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.

Keuntungan itu kemudian diserahkan kepada Harvey seolah-olah sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.

Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara sebesar Rp 420 miliar.

“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.

Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.

Sumber