Harvey Moeis Anggap Rp 100 Juta per Bulan dari Bos Smelter Timah Sebagai Uang Jajan

Harvey Moeis Anggap Rp 100 Juta per Bulan dari Bos Smelter Timah Sebagai Uang Jajan

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis menyebut uang Rp 50 juta sampai Rp 100 juta yang diterima per bulan dari Direktur PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta sebagai uang jajan.

Pernyataan ini Harvey sampaikan ketika dicecar anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Zaini Basir terkait aliran dana dari Suparta kepada Harvey.

Hakim Basir menanyakan, uang operasional yang diterima Harvey sebagai orang yang bekerja pada Suparta.

“Walaupun membantu kan tetap diberikan uang operasional kan, aset apa yang saudara peroleh atau beli selama saudara bekerja di Pak Suparta?” tanya Hakim Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).

“Izin Yang Mulia, saya tidak pernah bekerja di Pak Suparta. Saya juga tidak diminta membantu, saya diminta belajar kalau mau bantu, tapi saya tolak Yang Mulia,” jawab Harvey.

Tidak puas dengan jawaban ini, Hakim Basir lantas menyinggung uang Rp 50 juta sampai Rp 100 juta yang diterima Harvey dari Suparta.

“Kenyataannya kan diberikan uang kan, ada diberi uang, atau saudara Rp 50 juta-Rp 100 juta dikasih sebulan itu menganggapnya sebagai uang jajan saja bukan sebagai apa?” tanya Hakim Basir lagi.

Harvey kemudian mengeklaim bahwa Suparta baginya sudah seperti paman.

Bos perusahaan smelter swasta itu menurutnya begitu saja mentransfer uang ke rekeningnya secara diam-diam tanpa ia ketahui.

“Itu pun beliau enggak ngasih tahu saya, main kirim-kirim saja Yang Mulia,” tutur Harvey.

Hakim Basir lantas mengkonfirmasi apa pekerjaan Harvey yang menjadi sumber pendapatan utamanya.

Suami aktris Sandra Dewi itu mengaku memiliki dua perusahaan yakni, kontraktor batubara dan jasa kontraktor penunjang jasa batubara yang meliputi perbaikan jalan hauling batubara.

Menurutnya, dalam waktu 2018 hingga 2020 atau waktu terjadinya tindak pidana di PT Timah Tbk itu dua perusahaannya masih beroperasi.

“Masih jalan Yang Mulia dibentuk dari 2016, itu lah salah satu alasan saya tidak bisa menyanggupi untuk bekerja bersama Pak Suparta di timah Yang Mulia,” ujar Harvey.

“Jadi saudara anggap sebagai uang jajan saja yang Rp 50 sampai Rp 100 juta itu? Jadi hanya untuk membantu gitu ya?” timpal Hakim Basir.

“Iya,” jawab Harvey.

Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan pengusaha Helena Lim.

Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.

Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.

Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.

“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.

Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.

Sumber