Harvey Moeis Sebut Sosok Wasit dari Jakarta dalam Kasus Timah Terkait Pengganti Kapolda Babel
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah Harvey Moeis menyebut, istilah “wasit dari Jakarta” merujuk pada sosok pengganti Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bangka Belitung (Babel).
Hal ini terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum mengulik pernyataan Harvey dalam sebuah grup Whatsapp tanggal 29 Juni 2018. Dalam persidangan ini, Harvey diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa lainnya.
Dalam bukti elektronik yang jaksa dapatkan, Harvey disebut menyampaikan data ekspor dan proposal ekspor yang diajukan pada rapat sebelumnya.
“Mohon dikoreksi kalau ada salah. Karena data data ini akan diteruskan ke PT Timah dan wasit di Jakarta,” kata jaksa membacakan pesan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
Jaksa kemudian meminta penjelasan dari Harvey terkait sosok wasit dimaksud dan hubungannya dengan timah.
“Siapa yang saudara maksud wasit di sini? Apa hubungannya dengan pengiriman bijih timah ini?” tanya jaksa.
Harvey kemudian menjawab bahwa dirinya pernah menjelaskan terkait wasit ini dalam persidangan lainnya.
Namun, jaksa bersikukuh meminta penjelasan Harvey dalam sidang ini agar perkara menjadi terang.
Suami aktris Sandra Dewi itu kemudian membenarkan bahwa percakapan di grup tersebut menyangkut permintaan 5 persen pihak PT Timah Tbk dari kuota ekspor smelter-smelter swasta.
Sebagai informasi, dalam dakwaan disebutkan, bijih timah yang diekspor smelter itu merupakan hasil produksi dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Setelah itu, Harvey menyebut bahwa istilah “wasit dari Jakarta” bersinggungan dengan Kapolda.
“Saya sempat ada perbincangan dengan Pak Kapolda, beliau sudah mau diganti. Wasit di Jakarta itu mungkin pengganti beliau yang di Jakarta,” tutur Harvey.
“Maksudnya, Kapolda juga?” tanya jaksa memastikan.
“Eee kata beliau,” jawab Harvey tidak lugas.
Jaksa lantas menyebut bahwa jawaban Harvey ini berbeda dengan jawaban pada persidangan sebelumnya.
Terkait hal ini, Harvey mengaku saat itu lupa dan sehingga mengatakan pernyataannya dalam grup yang berisi bos-bos smelter merupakan ucapan penyemangat.
"Terserah saudara lah ya, yang jelas ada wasit dalam proses permintaan bijih timah dari PT timah ke itu, yang saudara sebut wasit jawaban saudara berubah-ubah," kata jaksa.
Dalam persidangan sebelumnya, Harvey pernah menyebut Gubernur Babel Erzaldi Rosman Djohan dan Kapolda Babel almarhum Irjen (Pol) Syaiful Zachri memimpin rapat yang dihadiri bos smelter timah dan pihak PT Timah di Jakarta.
Harvey mengaku pihaknya diundang Kapolda untuk membantu PT Timah yang mengalami kesulitan mendapatkan bijih timah karena penambangan ilegal begitu marak.
Syaiful kemudian dimutasi pada 9 November 2018. Posisinya digantikan oleh Brigjen Pol Istiono.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan pengusaha Helena Lim.
Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.