Hasto Jadi Tersangka, Komisi III: Tak Ada Gunanya Berdebat Ini Politis atau Tidak
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menghormati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka.
Di sisi lain, Habiburokhman juga menghormati sikap Hasto dan partainya yang membela diri sesuai dengan ketentuan hukum atas peristiwa ini.
“Kami tentu saja menghormati sikap KPK yang menjalankan kewenangannya. Di sisi lain, kami juga menghormati hak Pak HK untuk melakukan pembelaan diri berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Habiburokhman pada Selasa (24/12/2024).
Politikus Gerindra ini berharap tidak ada perdebatan mengenai muatan politik dalam kasus tersebut.
Habiburokhman menyatakan bahwa semua pihak harus mengawasi KPK agar menjalankan tugas secara profesional.
KPK juga harus membuktikan semua tuduhan terhadap Hasto.
“Menurut kami, tidak ada gunanya berdebat apakah kasus ini berlatar belakang politik atau tidak. Sebab, itu bisa sangat subyektif,” ujarnya.
“Yang terpenting adalah perkara ini harus dijalankan dan diperiksa dengan prinsip keterbukaan. Semua tuduhan dan bantahan harus dibuktikan dengan alat bukti yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tambahnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pemberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa suap itu dilakukan bersama calon anggota legislatif PDI-P 2019, Harun Masiku, yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO).
“KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK/00/01/12/2024 pada 23 Desember 2024. Ini terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto bersama Harun Masiku dan kawan-kawan,” jelas Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Setyo menyebutkan suap diberikan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI pergantian antar waktu (PAW) Daerah Pemilihan Sumatera Selatan.
Namun, rencana ini terhambat karena caleg dengan suara terbanyak kedua, Riezky Aprilia, menolak menyerahkan kursinya.
Hasto diduga mengendalikan bawahannya untuk menyuap Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustina Tio Fridelina.
Suap yang diberikan mencapai 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura dalam periode 16 Desember 2019 hingga 23 Desember 2019.
Akibat perbuatannya, Hasto disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.