Hasto Siapkan Pledoi dalam 7 Bahasa di Persidangan agar Dunia Tahu Proses Hukum di Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto sudah menyiapkan pleidoi atau pembelaan diri di persidangan dalam tujuh bahasa agar proses penegakan hukum di Indonesia bisa disorot dunia internasional.
Ketua DPP PDI-P Ronny Talapessy menyatakan, hal itu disiapkan Hasto jika kondisi terburuk bakal menimpanya setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mas Hasto sampaikan ke saya, nanti pledoinya akan disampaikan dalam tujuh bahasa agar bisa disaksikan dunia," kata Ronny, dalam jumpa pers di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).
Ronny bahkan menyebut keterangan pers dari tim hukum Hasto ke depan juga bakal disampaikan dalam tujuh bahasa.
Hal ini dilakukan agar dunia internasional memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Kami persiapkan segala sesuatunya terhadap kasus ini. Kami akan sampaikan perkembangan dalam tujuh bahasa agar diketahui dunia internasional," ujar Ronny.
Dia juga menilai, proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Hasto penuh drama.
Semisal, penyidik lembaga antirasuah membawa koper untuk menyita sebuah flashdisk.
Diketahui, KPK melakukan penggeledahan ke kediaman pribadi dan rumah singgah Hasto pada Selasa (7/1/2025).
Sebuah flashdisk disita dari langkah hukum itu.
"Logika akal sehat publik tidak dapat menerima alasan mengapa penyidik perlu sebuah koper untuk sekadar menyimpan/mengamankan sebuah USB, flashdisk, dan sebuah buku catatan kecil. Kami melihat ini bagian dari rangkaian penggiringan opini yang terus terjadi sejak pemanggilan pertama dan kedua Sekjen yang disertai dengan penyitaan handphone," ucap Ronny.
"Penggeledahan ini mengonfirmasi bahwa KPK tidak memiliki bukti yang cukup ketika mentersangkakan Hasto Kristiyanto," kata dia.
Pada kesempatan ini, ia juga menilai proses KPK terhadap Hasto tidak berlatar hukum, karena bocornya surat perintah penyidikan atau sprindik.
"Kebocoran sprindik yang bahkan juru bicara KPK sendiri sampaikan ke publik tidak tahu, kami menduga salah satu bukti KPK diremote oleh pihak-pihak di luar KPK," ujar Ronny.
Selain itu, kata dia, proses yang tidak berlandaskan hukum bisa dilihat saat KPK baru memanggil saksi-saksi setelah menetapkan Hasto tersangka.
Hal demikian bisa dibaca lembaga antirasuah tidak punya bukti ketika menetapkan alumnus Universitas Pertahanan (Unhan) itu sebagai tersangka.
"Mas Hasto ditetapkan tersangka terlebih dahulu, baru membangun konstruksi hukum, karena dari keterangan saksi-saksi yang dipanggil menyampaikan di media tidak ada hal yang baru, sehingga kami menduga tetapkan tersangka baru mencari-cari keterangan saksi dan alat bukti," beber Ronny.