Hasto Tersangka KPK, Said Abdullah: Semoga Tidak Jadi Pengadilan Opini

Hasto Tersangka KPK, Said Abdullah: Semoga Tidak Jadi Pengadilan Opini

 

KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Said Abdullah menanggapi penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya berharap apa yang diputuskan KPK terhadap Mas Hasto tidak framing dan melebar ke mana-mana dan menjadi pengadilan opini,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (28/12/2024).

Said mengaku bahwa ada sejumlah pihak sangsi terhadap tindakan KPK yang menilai kasus tersebut ada intervensi politik. Namun, hal ini harus dijawab KPK agar marwah lembaga antirasuah itu terjaga dengan baik.

“Mari kita letakkan hal ini secara proporsional. Mas Hasto juga sudah menyatakan bahwa akan patuh terhadap hukum,” katanya. 

Dia menyebutkan, hal itu dibuktikan oleh Hasto yang selama ini patuh setiap KPK melakukan pemanggilan.

“Kami juga berharap KPK bisa bertindak proporsional dan menjaga kelembagaan dari intervensi siapa pun. Dengan demikian, negara hukum bisa kita jaga,” ucapnya. 

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu meminta agar semua pihak tidak menggiring opini lebih maju dari proses hukum itu sendiri. 

“Kita menjaga negara ini didasarkan pada hukum, bukan pada kekuasaan dan bukan pada pengadilan opini,” katanya.

Said juga tidak ingin berspekulasi bahwa KPK akan memanggil Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

“Apalagi, sepanjangan pengetahuan saya sebagai DPP partai, kasus HM ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Ibu Ketua Umum (Megawati Soekarnoputri),” katanya. 

Said mengatakan, jika kehidupan kebangsaan terus gaduh dan berpolemik secara tidak proporsional, urusan hukum bisa diotak-atik, dan ada ketidakpastian hukum, maka berpotensi dipersepsikan negatif oleh rakyat dan pelaku pasar. 

“Padahal, kita menghadapi situasi ekonomi yang tidak akan mudah ke depan. Kelas menengah kita merosot, terjadi sejumlah pemutusan hubungan kerja,” jelasnya. 

Dia menilai, pasar menunggu arah kebijakan ekonomi dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya tentang kebijakan ekonomi. 

Said pun mengajak semua pihak memberikan suasana kondusif agar ada kepastian hukum dan pemerintah bisa bekerja dengan baik.

“Terus terang saja, sejumlah pihak berkomunikasi dengan saya, para pelaku ekonomi berharap butuh kebijakan yang jelas dari pemerintah,” ujarnya. 

Dia mengaku prihatin dengan Prabowo yang baru memerintah dua bulan, tetapi harus menghadapi warisan masalah dan menjelma menjadi kegaduhan berkepanjangan.

Di sisi lain, investor global mulai menaruh harapan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang membuat sentimen negatif terhadap rupiah. 

“Besar kemungkinan Presiden Trump juga akan mengenakan tarif terhadap negara-negara mitra dagang. Ekonomi China sedang melambat, padahal negara ini adalah mitra dagang terbesar Indonesia,” katanya. 

Oleh karenanya, hal itu akan menjadi ancaman buat produk ekspor Indonesia ke AS.

Said menjelaskan, jika kondisi di dalam negeri masih gaduh, investor dikhawatirkan akan memilih keluar sesaat dari Indonesia, terutama investasi pada sektor portofolio yang harganya sangat mahal buat perekonomian nasional. 

Padahal, kata dia, Prabowo memerlukan mitra investasi untuk membuka akses lapangan kerja untuk rakyat dan memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional.

“Sekali lagi, mari kepada semua pihak, saya mengajak untuk menjaga kehidupan kebangsaan kita ke depan agar bisa membuahkan harapan,” ajaknya. 

Said juga mengajak semua pihak menjaga optimisme bahwa Indonesia bisa mendapatkan kehidupan lebih baik ke depan. 

“Saya juga berharap pemerintah bisa membangun komunikasi publik yang jelas, baik kepada rakyat, investor dalam satu focal point, dan tidak semua pihak berbicara yang justru membingungkan sehingga pesan utamanya tidak sampai,” jelasnya.

 

 

 

Sumber