Hasto Tersangka, Perannya di Kasus Harun Masiku Pernah Muncul di Sidang
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Peran Hasto dalam pusaran kasus rasuah itu pernah diungkap jaksa di pengadilan.
Dirangkum detikcom, Selasa (24/12/2024), dalam kasus tersebut telah ada tiga orang yang menerima vonis pengadilan. Mereka ialah mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan seorang swasta bernama Saeful Bahri.
Di salah satu sidang kasus tersebut, jaksa KPK pernah menyinggung peran Hasto. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan kuasa hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan terkait PAW Harun Masiku ke KPU.
Hal itu tertuang dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada 2 April 2020. Jaksa awalnya menjelaskaskan kasus suap PAW ini bermula dari pemberitahuan DPP PDIP kepada KPU bahwa caleg DPR PDIP dapil 1 Sumatera Selatan atas nama Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019.
Surat pemberitahuan dari PDIP itu lalu direspons KPU dengan mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 896/PL/01.4-Kpt/06/KPU/IV/2019 tentang perubahan keenam atas keputusan Komisi Pemilhan Umum Nomor 1129/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Daftar Calon Tetap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum Tahun 2019. Dalam keputusan KPU itu, nama Nazarudin Kiemas dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT), namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu.
Jaksa mengatakan pada 21 Mei 2019 KPU lalu melakukan melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara sebanyak 145.752 suara. Nama Nazarudin Kiemas memperoleh suara 0, Riezky Aprilia memperoleh suara 44.402 sedangkan Harun Masiku memperoleh suara 5.878. PDIP lalu menggelar rapat pleno memutuskan Harun Masiku sebagai caleg terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Keimas, yang meski sudah dicoret namun sebenarnya disebut memperoleh suara 34.276.
"Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku Penasihat Hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI," kata jaksa saat itu.
Di dalam sidang tersebut, jaksa KPK mengatakan PDIP kemudian mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI. Surat itu berisi permintaan agar suara Nazarudin Kiemas dialihkan ke Harun Masiku. Namun, permohonan PDIP itu ditolak KPU.
Penolakan itu yang menjadi awal mula suap menyuap PAW Harun Masiku dimulai. Perkara suap tersebut turut melibatkan Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU.
Harun Masiku meminta kepada Saeful agar mengupayakan dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia. Kemudian Saeful menghubungi Agustiani Tio Fridelina agar Wahyu bisa mengupayakan permintaan Harun Masiku.
Dalam perkara ini, Saeful Bahri didakwa memberikan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan senilai total SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta melalui Agustiani Tio. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan eks Caleg PDIP Harun Masiku.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya
Jaksa KPK juga pernah memanggil Hasto Kristiyanto sebagai saksi dalam sidang kasus suap PAW. Hasto diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Saeful Bahri pada 16 April 2020. Dalam sidang itu jaksa mencecar kalimat ‘OK Sip’ yang pernah dilontarkan Hasto terkait riwayat komunikasinya dengan Saeful Bahri dalam PAW Harun Masiku.
"Ada komunikasi lain penyampaian terdakwa bahwa Pak Harun geser 850 tanggal 23 Desember?’ tanya jaksa KPK di PN Tipikor Jakarta, Kamis (16/4/2020).
"Saya tidak ingat persis tapi setelah saya tegur, dan klarifikasi persoalan terdakwa minta dana kepada Harun Masiku, setelah itu komunikasi saya bersifat pasif sehingga ketika ada WA dari terdakwa (dijawab) ‘OK Sip’, artinya saya membaca tapi tidak menaruh atensi terhadap hal tersebut," jawab Hasto melalui video teleconference.
Jaksa kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) terkait komunikasi Hasto dengan Donny Istiqomah pada 13 November 2019. Isi percakapan itu adalah laporan Donny soal Harun Masiku yang akan bertemu dengan seseorang. Hasto kemudian mengatakan kronologi yang dimaskud dalam percakapan itu adalah kronologi bahan rapat DPP PDIP terkait putusan Mahkamah Agung atas aturan PKPU Nomor 3 Tahun 2019.
Jaksa juga mengkonfirmasi percakapan antara Hasto dengan Saeful pada 3 Desember 2019 yang isinya Saeful melaporkan ke Hasto kalau Donny berhasil menang dan PDIP memiliki kewenangan untuk memecat Riezky Aprilia. Namun, lagi-lagi Hasto menyebut kalau pesan balasannya itu hanya sebagai tanda baca dan tidak memberikan atensi apapun.
Dalam persidangan ini, tidak hanya jaksa KPK yang mencecar Hasto. Majelis hakim pun juga mencecar Hasto dengan pertanyaan yang sama soal balasan ‘Ok Sip’. Hakim menilai jawaban seperti itu memiliki makna sendiri.
KPK saat ini menetapkan Hasto sebagai tersagka dalam dua kasus. Penetapan tersangka itu berdasarkan ekspos yang dilakukan pada 20 Desember atau setelah pimpinan KPK periode 2024-2029 menggelar serah terima jabatan.
Hasto ditetapkan sebagai tersangka di kasus suap. KPK menduga Hasto bersama Harun Masiku memberikan suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Penetapan tersangka itu termuat dalam surat perintah penyidikan bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024. Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tipikor.
KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka perintangan penyidikan dalam upaya penangkapan Harun Masiku. Penetapan tersangka itu berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Juru bicara PDIP, Chico Hakim, menuding ada upaya mengganggu dan menenggelamkan PDIP. Dia menuding ada politisasi hukum.
"Kami melihat bahwa politisasi hukum itu kuat sekali, buktinya yang tersangka di kasus CSR BI saja sebanyak 2 orang bisa diralat. Dan kalau dugaan untuk mentersangkakan Sekjen sudah sejak lama. Sangat jelas ada upaya untuk mengganggu PDI Perjuangan dengan tujuan menenggelamkan atau mengambil alih," kata Chico saat dihubungi, Selasa (24/12/2024).
Chico mengungkit ancaman sprindik yang disebutnya ditujukan kepada beberapa ketua umum partai lain. Dia menyebutkan memang kerap ada upaya politisasi hukum.
"Ketika ada ancaman sprindik pada beberapa ketua umum partai lain, kemudian menyerah dan ikut arus kebijakan/pilihan/dukungan suatu kekuatan itu bukti nyata politisasi hukum," ucapnya.
Namun dia menegaskan hanya PDIP yang tidak menyerah ketika muncul ancaman demikian. Dia menekankan ancaman penjara justru jadi energi untuk PDIP.
"Sampai detik ini belum ada info akurat yang kami terima terkait apakah sudah dijadikan tersangkanya Pak Sekjen," ujarnya.