Helena Lim: Popularitas Crazy Rich PIK Korupsi Rp 300 T Uang dari Rakyat Drama Favorit Netizen
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha money changer Helena Lim menyebut, popularitasnya yang dikenal crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) digunakan sebagai fondasi bangunan dugaan korupsi pada tata niaga timah yang disebut merugikan negara Rp 300 triliun.
Pernyataan ini Helena sampaikan ketika membacakan pleidoi atau nota pembelaan setelah dituntut 8 tahun penjara hingga membayar uang pengganti Rp 210 miliar.
Helena menyebut, popularitasnya sebagai crazy rich PIK harus dibayar dengan sangat mahal karena ia menjadi bangunan dasar konstruksi kasus korupsi.
“Nilai kebaikan yang ditanamkan orang tua saya sekarang runtuh, seiring dengan runtuhnya jargon ‘crazy rich’yang kemudian dijadikan pondasi bangunan kasus korupsi timah yang berdiri megah dengan dekorasi Rp Rp 300 triliun,” ujar Helena di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2024).
“Seorang crazy rich menjadi terdakwa korupsi. Drama framing orang yang kaya dari uang rakyat, kontan menjadi drama favorite netizen,” tuturnya.
Menurut Helena, cerita itu sempurna membuat riwayatnya bekerja keras sejak remaja lenyap.
Sementara itu, konstruksi kasus timah dengan kerugian negara RP 300 triliun menjadi selebrasi dan ide anti kemapanan dalam strata sosial.
Menurut Helena, peristiwa ini memberikan dirinya pelajaran bahwa tindakan mempertontonkan kebahagiaan, kesuksesan maupun kemapanan hidup menjadi bahan bakar yang memantik antipati publik menjadi api sekam.
Padahal, kata Helena mengeklaim, ia tidak mengetahui bahwa uang yang ditukar Harvey Moeis dan bos perusahaan smelter timah bersumber dari korupsi di PT Timah.
“(Perkara ini) memanfaatkan hiperbola dunia showbiz agar muncul kenyinyiran, bahkan kebencian masyarakat terhadap stigma ‘crazy rich PIK’ untuk menormalkan tirani dalam penegakan hukum,” tutur Helena.
Dalam perkara ini, Helena dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan serta uang pengganti Rp 210 miliar.
Jaksa menilai, Helena terbukti bersalah membantu Harvey Moeis dan bos perusahaan smelter swasta.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
Perkara ini juga turut menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.