Hentikan Proses Laporan Terkait Gubernur, 4 Komisioner Bawaslu Kalteng Dilaporkan ke DKPP

Hentikan Proses Laporan Terkait Gubernur, 4 Komisioner Bawaslu Kalteng Dilaporkan ke DKPP

PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Sebanyak empat komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Tengah (Kalteng) dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas dugaan pelanggaran kode etik.

Laporan itu dilayangkan setelah adanya penghentian laporan dugaan pelanggaran di Pilkada Kalteng yang menyeret gubernur serta sejumlah pejabatnya.

Pelaporan itu disampaikan oleh warga Kalteng Sukarlan Fachrie Doemas beserta penasihat hukumnya, M Rosyid Ridho di Kantor DKPP RI, Jakarta, Jumat (8/11/2024).

Saat dikonfirmasi, Sukarlan menjelaskan, empat komisioner yang pihaknya laporkan itu di antaranya Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi beserta ketiga anggota Bawaslu Kalteng yang duduk di jajaran koordinator divisi.

“Ini terkait penghentian laporan dugaan pelanggaran pilkada oleh kepala daerah di Pemprov Kalteng, kami merasa tidak puas dengan keputusan Bawaslu Kalteng yang menghentikan kasus ini, sehingga ingin kami uji di DKPP masalah kode etik komisionernya,” beber Sukarlan kepada Kompas.com saat diwawancarai melalui panggilan telepon, Minggu (10/11/2024).

Kepada DKPP, pihaknya menyerahkan sejumlah bukti berupa lampiran-lampiran yang berisi keterangan dugaan pelanggaran sampai dengan keputusan akhir yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kalteng.

“Bukti ada beberapa, seperti keterangan yang sudah terbit di media terkait pernyataan Bawaslu Kalteng kalau kasus itu tidak cukup bukti, kemudian bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang kami laporkan sebelumnya,” ujar Sukarlan.

Usai menerima surat penghentian dari Bawaslu Kalteng bahwa kasus itu tidak cukup bukti, pihaknya heran karena tidak menerima pertimbangan hukum dari surat penghentian kasus tersebut. Bawaslu Kalteng, menurut Sukarlan, mengeluarkan keputusan tanpa memberitahukan kajian hukum.

“Seharusnya ada dibeberkan pertimbangan-pertimbangan hukum sehingga laporan kami tidak dapat diterima, tapi ini tidak ada, hanya pemberitahuan kalau kasus itu dihentikan karena tidak memenuhi unsur, tetapi tidak dijelaskan kajian hukumnya sehingga keputusan itu keluar,” jelas Sukarlan.

Pihaknya masih menunggu hasil pemrosesan laporan dari pihak DKPP RI.

“Saat ini kami menunggu masa pemrosesan laporan oleh DKPP dalam waktu tujuh hari sejak laporan masuk, kalau itu sudah lengkap, mereka meneliti laporan kami. Apabila ada kemungkinan pelanggaran kode etik, maka akan disidangkan di Palangka Raya,” imbuh dia.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi, saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya menghargai upaya hukum yang diambil oleh pelapor. Dia menegaskan, Bawaslu Kalteng sudah bekerja sesuai dengan regulasi yang ada.

“Pada prinsipnya kami menghargai upaya yang dilakukan pelapor, kami sudah bekerja sesuai dengan regulasi yang ada,” kata Satriadi saat dikonfirmasi melalui aplikasi perpesanan, Minggu (10/11/2024).

Ditanya lebih lanjut terkait alasan surat penghentian laporan dugaan pelanggaran Pilkada oleh Pemprov Kalteng yang tanpa membubuhkan kajian hukum, Satriadi menyebut pihaknya akan menjelaskan itu ke DKPP RI nantinya.

“Nanti dijelaskan di DKPP saja, karena sudah dilaporkan,” pungkas Satriadi.

Sebelumnya, Bawaslu Kalteng menghentikan pengusutan laporan dugaan pelanggaran pilkada yang melibatkan sejumlah pejabat Pemprov Kalteng.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Kalteng, Nurhalina menjelaskan, keputusan itu diambil setelah pihaknya meminta pertimbangan dari dua lembaga di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), yakni Kepolisian dan Kejaksaaan.

Pertimbangan dari kedua lembaga penegak hukum itu pihaknya minta sebelum akhirnya melakukan rapat pleno pimpinan Bawaslu Kalteng untuk menghasilkan keputusan akhir pada Rabu (9/10/2024) malam.

“Salah satu bahan untuk mempertimbangkan lanjut tidaknya laporan itu dari hasil rapat di Sentra Gakkumdu, sehingga rapat pleno pimpinan memutuskan untuk dihentikan,” ujar Nurhalina saat dikonfirmasi awak media di Kantor Bawaslu Kalteng, Palangka Raya, Kamis (10/10/2024) siang.

Nurhalina menjelaskan, karena kasus ini merupakan dugaan pidana, maka pihaknya menangani kasus ini dengan melibatkan Kepolisian dan Kejaksaan di Sentra Gakkumdu.

Penghentian atas kasus ini, ujar Nurhalina, diambil lantaran terdapat unsur-unsur yang tidak terpenuhi untuk ditetapkan menjadi dugaan pelanggaran pemilihan.

Unsur-unsur itu didapat usai pihaknya mengelaborasi sejumlah bukti dan meminta klarifikasi dari seluruh pihak yang terlapor.

“Kami kan sudah menyusun kajian dari hasil klarifikasi terhadap para terlapor untuk melihat peristiwa dan pasal yang dilanggar, dari hasil kajian itu, kami juga menilai keterpenuhan unsur, baik unsur subjek pasal yang dilanggar, objek, dan waktu kejadian,” jelasnya.

Dari hasil kajian itu, kata Nurhalina, pihaknya kemudian melakukan pembahasan kedua di Sentra Gakkumdu sebelum akhirnya melahirkan keputusan final dalam sidang pleno pimpinan Bawaslu Kalteng.

“Dari pembahasan di Sentra Gakkumdu sebelumnya, Kepolisian dan Kejaksaan berpandangan bahwa kasus ini (perlu) dihentikan, karena dari segi bukti menurut mereka kurang cukup dan valid, sumber bukti juga banyak yang kurang jelas,” katanya.

Sumber