Hujan yang Mengguyur Makassar Tak Surutkan Langkah LSM PILHI Laporkan Dugaan Tambang Ilegal di Manyampa
Indolensa.com|Makassar, Senin (16/12) – Hujan deras yang mengguyur Kota Makassar sejak pagi tak mampu menghalangi tekad Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (LSM PILHI) untuk menuntut keadilan.
Pada pukul 14.55 WITA, mereka resmi melaporkan dugaan tambang ilegal di Dusun Mampua, Desa Manyampa, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel).Bacaan LainnyaKinerja Polres Bulukumba Dipertanyakan Kasus Bundu alias Basri yang Masih Bebas BerkeliaranGerakan Pangan Murah (GPM) Dari Dinas Ketapang Kab Simalungun Beri Dampak Positif Ke MasyarakatPemkon Way Harong Salurkan BLT-DD Pada 16 KPM Prioritas Warga Lansia
Langkah ini diambil setelah temuan aktivitas tambang galian C berupa pasir dan batu (Sirtu) yang diduga telah beroperasi selama empat bulan terakhir diduga tanpa izin resmi.
Laporan itu disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif LSM PILHI, Syamsir Anchi, di ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Polda Sulsel. Tak lama berselang, mereka menerima Surat Tanda Penerimaan Pengaduan dari petugas.
“Kami menduga pelaku tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP),” ujar Anchi. Ia menambahkan bahwa aktivitas tambang itu juga diduga mengabaikan dokumen analisis dan perencanaan lingkungan, yang merupakan syarat mutlak dalam kegiatan penambangan.
Bukit yang Terkoyak
Dugaan. Awalnya, bukit tersebut disebut akan dijadikan lahan produktif. Namun, realitas di lapangan berkata lain bukit itu menjadi ladang pengerukan material tambang.
Aktivitas tambang yang masif tak hanya mengubah lanskap alam, tetapi juga meresahkan masyarakat sekitar. Pada musim kemarau, jalanan desa terpapar debu tebal, sementara di musim hujan berubah menjadi licin akibat material yang tumpah dari truk-truk pengangkut yang tiap hari melewati jalan desa.
Tak hanya itu, keberlanjutan lingkungan kini dipertaruhkan, dengan risiko erosi dan kerusakan ekosistem yang membayangi.
Harapan pada Penegakan Hukum
Untuk menyuarakan keresahan ini, LSM PILHI berharap hukum dapat menjadi pelita keadilan. Mereka mendasarkan laporan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), yang memberikan ancaman pidana berat bagi pelaku tambang ilegal. Undang-undang tersebut memuat sanksi penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
“Kasus ini harus tuntas. Jangan sampai hukum hanya menjadi pajangan,” tegas Anchi.
Kini, semua mata tertuju pada proses hukum di Polda Sulsel. Masyarakat dan aktivis lingkungan berharap kasus ini menjadi preseden penting dalam melindungi alam dari cengkeraman tambang ilegal.
Akankah keadilan berdiri tegak? Waktulah yang akan menjawab. (red)