Hukuman Emirsyah Satar Diperberat Jadi 10 Tahun Bui di Kasus Kedua Pengadaan Pesawat Garuda
JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar menjadi 10 tahun penjara.
Hukuman mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor 78/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst Tanggal 31 Juli 2024 yang menghukum Emirsyah selama lima tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” demikian bunyi amar putusan pidana yang dikutip dari Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Senin (28/10/2024).
Putusan ini diketuk oleh Hakim Sumpeno sebagai Ketua Majelis bersama Hakim Sugeng Riyono, Hakim Subachran Hardi Mulyono, Hakim Hotma Marya Marbun dan Hakim Gatut Sulistyo pada Kamis 24 Oktober 2024.
Dalam perkara ini, Emirsyah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat Bombardier CRJ (Canadair Regional Jet)-1000 dan ATR 72-600 untuk Maskapai Garuda Indonesia.
Eks Dirut Garuda Indonesia itu disebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain pidana badan, Emirsyah juga dijatuhi pidana denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Hukuman ini juga lebih berat daripada Pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kepada Emirsyah.
Tak hanya itu, eks Dirut Garuda ini juga dituntut pidana uang pengganti sebesar 86.367.019 dollar Amerika Serikat (USD) subsidair delapan tahun bui.
Hukuman ini juga lebih berat daripada tuntutan Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang menuntut delapan tahun penjara kepada Emirsyah Satar.
Ini merupakan perkara kedua yang menjerat Emirsyah. Dalam perkara pertama, Ia terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus Garuda Indonesia.
Dalam persidangan, Emirsyah Satar menilai, perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung sama dengan perkara yang pernah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pada sidang saya yang terdahulu tahun 2020 di KPK, dakwaan yang diberikan kepada saya adalah sama dengan dakwaan yang diberikan saat ini, yaitu mengenai pengadaan Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600,” kata Emirsyah Satar dalam sidang nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 17 Juli 2024.
Di hadapan majelis hakim, Emirsyah Satar mengakui pernah menerima uang dari pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo. Namun, penerimaan uang terkait pengadaan pesawat di maskapai pelat merah yang dipimpinnya itu telah diadili oleh Komisi Antirasuah.
“Saat itu, saya mengakui dan menyesal atas kekhilafan saya karena telah menerima pemberian dari Soetikno Soedarjo, yang merupakan teman lama saya,” kata Emirsyah Satar.
“Saya mengakui saya hanya manusia biasa yang tidak lepas dari kekhilafan dan saya siap untuk mempertanggung jawabkan perbuatan saya,” ucapnya.
Emirsyah mengeklaim, perkara yang tengah bergulir di Pengadilan Tipikor sama persis dengan perkara terdahulu. Ia pun membantah telah melakukan intervensi atas pengadaan pesawat di maskapai Garuda Indonesia.
“Saya tidak pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia dan ini jelas dinyatakan oleh para saksi dalam sidang di sidang KPK dan juga disidang saat ini oleh Kejaksaan Agung,” ucapnya.
Berdasarkan surat dakwaan, penyelewengan yang dilakukan Emirsyah Satar diduga terjadi sejak perencanaan hingga pengoperasian pesawat Udara Sub- 100 Seaters pada Pesawat CRJ-1000 dan Turbo Propeller pada Pesawat ATR 72-600 Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari 2011-2021.
Sebagai informasi, obiek perkara yang pernah diusut oleh Komisi Antirasuah adalah pemberian suap terhadap Emirsyah Satar dalam dalam pengadaan Pesawat Airbus A.330 series, Pesawat Airbus A.320, Pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin (engine) Roll- Royce Trent 700.
Dalam perkara suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus Garuda Indonesia, Emirsyah divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020.
Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai 2.117.315,27 dollar Singapura subsider dua tahun kurungan penjara.
Eks Dirut Garuda Indonesia itu dinilai terbukti menerima uang berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing yang terdiri dari Rp 5.859.794.797, lalu 884.200 dollar Amerika Serikat, kemudian 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.
Uang itu diterimanya melalui pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo.
Uang tersebut digunakan untuk memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan PT Garuda Indonesia, yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, dan pengadaan pesawat Airbus A330-300/200. Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, Bombardier CRJ1000, dan ATR 72-600.