Ikan Mahal dan Mesin Cold Storage Rusak, Alasan Pengusaha Tak Beli Ikan Nelayan di Ternate

Ikan Mahal dan Mesin Cold Storage Rusak, Alasan Pengusaha Tak Beli Ikan Nelayan di Ternate

TERNATE, KOMPAS.com - Musim ikan di Kota Ternate, Maluku Utara, membawa dampak melimpahnya tangkapan nelayan.

Namun, sejumlah pengusaha cold storage justru enggan membeli hasil tangkapan tersebut.

Salah satu pengusaha, Alfarabi, pemilik usaha cold storage Bobara Mina Maritim yang beroperasi di pangkalan pendaratan ikan (PPI) Dufa-Dufa, menyatakan bahwa ia menolak membeli ikan dari nelayan karena harga yang ditawarkan terlalu tinggi.

"Saya bilang ya nanti kita ketemu bicarakan soal harga. Karena waktu pertama, saya ambil itu, di (cold storage) sebelah itu dikasih harga Rp 8.000 per kilo, di saya dikasih harga Rp 11.000," ujar Alfarabi.

Ia mengungkapkan bahwa tingginya harga ikan dari nelayan menyulitkan pemasaran.

"Harga di Surabaya Rp 12.000 per kilogram, saya mau jual bagaimana. Sementara biaya proses saya saja Rp 4.000, kan sudah Rp 15.000, biaya kontainer Rp 2.000 per kilo."

"Harus siap Rp 30 juta. Biaya kontainer dari Ternate ke Surabaya itu Rp 28 juta. Kalau saya paksakan kirim, saya rugi Rp 6.000 per kilo," ungkapnya.

Alfarabi menambahkan, meskipun ada kesepakatan harga saat musim ikan melimpah, ia tetap mengalami kerugian.

"Memang telah disepakati harga saat banjir ikan ukuran 0,5 kilogram itu Rp 8.000, tapi posisi ikan saya di Surabaya itu dibeli Rp 12.000. Kalau saya proses Rp 4.000, saya masih ada selisih biaya kontainer Rp 2.000, rugi saya," tambahnya.

Sebagai satu-satunya pengusaha lokal asli Ternate, Alfarabi berani menaikkan harga ikan ukuran 1 kilogram dari Rp 15.000 menjadi Rp 17.000 untuk membantu nelayan di saat pasar masih bagus.

Namun, pengusaha cold storage lainnya, yang berasal dari luar Ternate, membeli ikan dengan harga lebih rendah.

Ketersediaan ikan dari nelayan juga tidak selalu sesuai permintaan pembeli. Akibatnya, beberapa pembeli beralih ke Bitung.

"Saat itu, saya dapat pembeli dari subkontraktor di IWIP. Karena mereka melihat kualitasnya bagus, dan harganya cocok," ungkapnya.

Alfarabi juga mencatat bahwa harga beli ikan di Surabaya sedang anjlok akibat pasar yang jenuh.

"Kita ini berbeda dengan perusahaan yang di sebelah itu, perusahaan besar di Surabaya yang kontrak punya dinas. Bisa dikatakan mereka itu cabang di sini, mereka sudah punya pasar sendiri," terangnya.

Ia menawarkan solusi agar harga ikan diturunkan saat melimpah.

"Kalau kita kirim ikan yang besar, yang kecil harus kita tampung berapa lama. Kan beban biaya juga. Ini yang tidak dipahami nelayan," ujarnya.

Alfarabi juga mengeluhkan kondisi mesin cold storage yang sering rusak.

"Mesin yang saya kontrak milik perikanan itu ada dua, contact plate dan ABF. Contact plate itu sudah kita perbaiki berkali-kali, tapi bocor terus," ujarnya.

Saat ini, ia hanya bisa mengoperasikan satu mesin, sehingga kapasitas cold storage menurun.

"Saya masih ada stok 15 ton tidak bisa keluar. Kapasitas 100 ton kalau mesin bagus. Kalau saya paksakan rusak, dan pengaruhi kualitas ikan," ungkapnya.

Meskipun belum membeli ikan dari nelayan, Alfarabi bersedia meminjamkan tempatnya untuk menampung ikan nelayan.

"Ada enam kapal pinjam tempat kita untuk tampung ikannya, di tempat saya ada 4 ton itu," ucapnya.

Alfarabi juga mengaku telah menerima surat peringatan (SP3) dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-Dufa akibat tidak membeli ikan dari nelayan.

"Ya karena ini secara tertulis, nanti saya sampaikan jawaban secara tertulis," tambahnya.

Situasi ini menunjukkan tantangan yang dihadapi nelayan dan pengusaha cold storage di Ternate dalam menghadapi musim ikan yang melimpah, di tengah harga yang tidak seimbang dan kondisi pasar yang fluktuatif.

Sumber