IKM Konveksi Sepi Pesanan Jelang Pilkada 2024, Kemenperin Akui Tak Dongkrak Industri

IKM Konveksi Sepi Pesanan Jelang Pilkada 2024, Kemenperin Akui Tak Dongkrak Industri

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membenarkan bahwa penyelenggaraan Pilkada 2024 belum memberikan dampak terhadap pesanan produk lokal. Hal ini juga dikeluhkan oleh pelaku industri lokal, salah satunya industri konveksi pakaian jadi. 

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan pihaknya telah mewanti-wanti penyelenggara Pilkada untuk menggunakan produk dalam negeri dalam pengadaan barang. Namun, dampak nya belum signifikan terhadap industri.

"Kami belum menemukan bahwa Pilkada berdampak terhadap produk manufaktur dan tekstil, itu juga terlihat dari IKI [indeks kepercayaan industri] meningkatnya tekstil bukan karena Pilkada tetapi karena optimisme atas program kebijakan pemerintah ke depan," kata Febri, Kamis (31/10/2024). 

Padahal, anggaran Pilkada 2024 berdasarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencapai Rp26 triliun untuk pengadaan barang, seperti surat dan kotak suara, tinta, dan ATK lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi. 

Jika berkaca pada Pilpres dan Pileg 2024 pada Februari 2024 lalu, penggunaan tinta  berbahan dasar gambir lebih dari 1 juta botol yang terserap untuk kebutuhan di 35 provinsi dalam negeri dan pemilu di luar negeri. 

Tak hanya tinta, produktivitas industri kertas dan percetakan juga meningkat sehingga utilisasinya mencapai 70%-80% saat ini. Sebelumnya, optimisme industri tekstil dan pakaian jadi juga cukup tinggi untuk mengambil peluang pada Pilkada 2024. 

Menurut Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman mengatakan anggota konveksi maklun di organisasinya hanya sekitar 30%. Artinya, pesanan dari partai dan calon-calon gubernur atau bupati hanya berpengaruh pada sedikit pengusaha konveksi.

Sementara itu, IKM konveksi paling banyak diisi oleh pengusaha yang memiliki brand-brand sendiri untuk diisi ke pasar. Saat ini, kalangan IKM inilah yang terpuruk lantaran kalah saing dengan produk impor murah dan ilegal.  

"Tapi bagi yang 70% ini anggota kami yang retail itu dia tidak biasa mengerjakan baju-baju partai untuk Pilkada. Jadi yang ini tetap aja sekarang juga masih di 70% yang mengurangi produksi," ujarnya.

Sumber