Imbas PPN 12 Persen, Orangtua Ini Pilih Pindahkan Anak ke Sekolah Negeri
BOGOR, KOMPAS.com – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025 menimbulkan kekhawatiran di kalangan orangtua murid di Kota Bogor.
Biaya pendidikan di sekolah swasta yang selama ini sudah tinggi, diperkirakan akan semakin membebani sehingga mendorong sebagian orangtua mempertimbangkan untuk memindahkan anaknya ke sekolah negeri.
Devi Ain (38), seorang ibu rumah tangga, menyebut kenaikan PPN bisa memaksa dia dan suami mengevaluasi ulang pilihan sekolah anak.
“Pengeluaran untuk pendidikan sudah diatur, paling diprioritaskanlah. Tapi kalau tiba-tiba biaya melonjak karena PPN naik, ya mau tidak mau harus pikir-pikir lagi,” ujar Devi kepada Kompas.com, Selasa (17/12/2024).
Jika kenaikan biaya terlalu signifikan, Devi mempertimbangkan untuk memindahkan anaknya ke sekolah negeri atau mencari sekolah swasta yang lebih terjangkau.
“Kalau ujung-ujungnya sampai harus jual motor atau kendaraan buat bayar sekolah, lebih baik tidak usah dipaksakan. Mungkin pindah ke sekolah negeri bisa menjadi opsi, atau ke sekolah swasta yang lebih terjangkau,” tambahnya.
Widya Wulandari (39), ibu rumah tangga lainnya di Bogor, juga merasa khawatir. Menurutnya, kenaikan PPN dapat langsung memengaruhi uang pangkal dan SPP di sekolah swasta.
“Biaya pendidikan di sekolah swasta itu sudah cukup mahal, kalau pajaknya naik jadi 12 persen, pasti uang pangkal atau SPP juga ikut naik. Bagaimana kalau nanti kami tidak bisa lagi membayar biaya sekolah anak,” ujarnya.
Namun, Widya menyadari memindahkan anak ke sekolah negeri tidaklah mudah karena daya tampung yang terbatas.
“Sekolah negeri di Kota Bogor kuotanya terbatas, masuknya saja sudah susah. Kalau banyak yang akhirnya menarik anaknya dari sekolah swasta dan beralih ke sekolah negeri, pasti jumlah siswa di sekolah negeri akan membludak. Itu bisa berdampak pada kualitas belajar anak-anak,” jelas Widya.
Kenaikan PPN ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan tersebut mencakup sektor pendidikan swasta, termasuk sekolah internasional yang dianggap mewah.
Namun, imbasnya turut dirasakan oleh sekolah swasta yang menjadi pilihan utama keluarga kelas menengah.
Orangtua berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan ini, terutama dampaknya terhadap akses pendidikan bagi masyarakat luas.
“Semoga ada kebijakan yang lebih bijak dari pemerintah. Kami hanya ingin anak-anak bisa sekolah dengan baik tanpa terbebani biaya yang semakin tinggi,” kata Devi.