Indonesia Belum Bersikap terkait Pemerintahan Baru Suriah, BNPT: Kita Masih Wait and See
JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok Ahli Bidang Kerja Sama Internasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Damarsyah Djumala mengatakan, pemerintah Indonesia hingga saat ini belum memberikan sikap atas peralihan kepemimpinan di negara Suriah.
"BNPT seperti yang disampaikan oleh Bapak Kepala (BNPT) tadi masih dalam prosesi wait and see, begitu juga Kementerian Luar Negeri (RI) masih wait and see," ujar Djumala dalam konferensi pers di Aryaduta Hotel, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
Mantan Duta Besar RI untuk Austria ini mengatakan, ada sejumlah faktor yang menjadi indikator apakah Indonesia harus bersikap atau menunggu.
Pertama, situasi rehabilitasi kemanusiaan yang dilakukan Suriah pasca peralihan kekuasaan dari Rezim Bashar Al Assad kepada Hayat Tahrir Al Sham (HTS).
"Itu menjadi patokan kita untuk menilai, tindakan rehabilitasi kemanusiaan. Apakah pemenang konflik ini yaitu HTS menangani masalah kemanusiaan dengan baik," imbuhnya.
Kedua, adalah konstelasi geopolitik pasca HTS menguasai Suriah. Karena menurut Djumala, banyak negara yang memiliki kepentingan setelah Bashar Al Assad tumbang.
Negara tersebut seperti Turki yang ingin menancapkan dukungannya ke Suriah, kedua adalah Amerika dan Israel yang menginginkan wilayah Dataran Golan, dan Iran-Rusia yang membutuhkan kekuatan Syiah di Suriah.
"Konstelasi geopolitik di dalam negeri Suriah Masih sangat fluid (cair) dalam arti who is getting what still unclear, masih belum jelas," imbuhnya.
Alasan ketiga Indonesia harus menunggu dan melihat adalah kebijakan transisi pemerintahan Suriah yang harus mengakomodir kelompok penguasa sebelumnya.
Sebab, menurut Djumala, dengan pemerintahan yang inklusif pemeliharaan kedamaian di Suriah bisa terlaksana dalam jangka panjang.
"Oleh karena itulah kita sedang menunggu, karena situasi masih cair inklusifitas dari pihak-pihak yang berdikari dalam satu pemerintahan transisi masih belum terlihat," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, peralihan kekuasaan di Suriah dari rezim Bashar Al-Assad kepada kelompok pemberontak Abu Mohammed Al Julani terjadi pada Minggu (8/12/2024) lalu.
Kelompok pemberontak berhasil menguasai dua kota besar Suriah, Aleppo dan Damaskus. Sedangkan Assad diketahui melarikan diri ke Rusia.
Transisi kepemimpinan kini di tangan Julani dengan pemerintahan sementara hingga 1 Maret 2025 sebelum dilakukan pemilihan kepala negara yang baru.
Konflik bersenjata di Suriah turut menyerap perhatian pemerintah. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melalui KBRI telah melakukan evakuasi warga negara Indonesia dari kota-kota yang bergejolak ke Indonesia.
Catatan terakhir dari Kementerian Luar Negeri RI, terdapat 156 warga negara Indonesia (WNI) yang telah dievakuasi dari Suriah ke Tanah Air.