Indonesia Diharapkan Masuk Jadi Anggota BRICS Maupun OECD

Indonesia Diharapkan Masuk Jadi Anggota BRICS Maupun OECD

Pemerintah Indonesia telah menjadi negara mitra dari BRICS dan menyatakan ingin bergabung menjadi anggota. Peneliti dari Universitas Paramadina berharap Indonesia tetap menerapkan prinsip luar negeri bebas aktif.

Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini, mengatakan dominasi Amerika Serikat (AS) mulai didobrak oleh China maupun Rusia dengan membentuk BRICS. Bahkan BRICS memiliki lembaga pendanaan sendiri untuk mendukung pembangunan negara-negara anggotanya.

Diketahui, selain BRICS yang dipimpin China dan Rusia, terdapat Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

"Perbedaan di bidang ekonomi, di bidang politik ini meningkat pesat, bahkan mau mendobrak AS. Mereka sudah punya bank, tak tergantung lagi pada AS dan Eropa. Justru Inggris babak belur. banyak gelandangan di sana. Sementara China, Rusia BRICS, lainnya muncul," katanya dalam diskusi ‘BRICS vs OECD Indonesia Pilih yang Mana?’ Rabu (30/10/2024).

Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyampaikan keuntungan dari bergabungnya Indonesia ke BRICS maupun OECD. Menurutnya, BRICS mendorong kerja sama yang lebih egaliter.

"(BRICS) mempromosikan multilateralisme, lebih egaliter. Mempromosikan penggunaan mata uang lokal untuk transaksi internasional. Mempromosikan kolaborasi negara-negara berkembang. Pertumbuhan PDB dan populasi yang lebih tinggi. Proses keanggotaan yang sederhana. Indonesia akan memiliki peran dan pengaruh yang lebih besar," kata Wijayanto, ujarnya.

Kemudian, jika bergabung dengan OECD, ada beberapa keuntungan yang akan didapat. Salah satunya adalah adanya transfer teknologi dengan negara anggota yang berisi banyak negara-negara maju.

"(OECD) platform dan organisasi yang mapan. Potensi transfer teknologi. Komunitas yang lebih besar, 38 anggota. Mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintahan yang baik. berpotensi mempercepat proses negosiasi EU-CEPA," katanya.

Menurut Wijayanto, jalan terbaik yang bisa dipilih oleh Indonesia adalah masuk menjadi anggota BRICS ataupun menjadi OECD. Meski, bergabung dengan OECD memiliki proses yang lebih panjang.

"Opsi terbaik adalah kita bergabung dua-duanya. Baik BRICS maupun OECD. Jadi tak ada larangan formal. Ini merupakan pilihan. Seperti Thailand, yang lakukan sama. Turki, dia sudah masuk OECD tapi dia mengajukan bergabung ke BRICS," ujarnya.

Sementara itu, Kaprodi Pascasarjana Hubungan Internasional (HI) Universitas Indonesia Ahmad Khoirul Umam mengatakan Indonesia akan terbantu dengan bergabung dengan BRICS. Indonesia akan mudah mendapat bantuan pendanaan untuk infrastruktur.

"BRICS bisa memasukkan sumber pendanaan. BRICS memiliki pembiayaan sendiri, New Development Bank yang menyediakan alternatif pendanaan infrastruktur yang tak seketat OECD," kata Umam.

Selain itu, dengan masuk menjadi BRICS, Indonesia akan memiliki posisi tawar di dunia internasional. Namun perlu ditekankan Indonesia perlu menjalankan politik jalan tengah dengan tidak terlalu condong ke barat maupun timur.

"Dunia tak selamanya western minded, Indonesia tak mungkin lepas dari barat, tapi bahwa perimbangan dalam konteks, tradisi diplomasi jalan tengah, titik tengah itu karakter Indonesia," katanya.

"Saya berharap, menjadi sikap Indonesia yang lebih inklusif, lebih merangkul, tak berat pada salah satu elemen tertentu, tapi lebih berpihak pada semua," ujarnya.

Umam pun menyampaikan ada beberapa hal yang perlu diantisipasi oleh Indonesia usai menjadi mitra BRICS. Salah satunya, ada potensi menjadi tegang dengan negara barat.

"Ada sejumlah potensi yang harus diantisipasi misal terkait ketegangan dengan negara Barat. Keberpihakan kepada aliansi internasional menghasilkan karakter pola relasi yang agak penuh dengan kecurigaan," katanya.

Kemudian, Indonesia pun harus mengantisipasi jangan sampai akhirnya menjadi bergantung pada China. Diketahui, China menjadi negara anggota BRICS dengan ekonomi terbesar.

"Patut diantisipasi adalah potensi semakin ketergantungan ekonomi yang lebih besar Indonesia. Inti dari kekuatan BRICS adalah, satunya China. Per hari ini inti kekuatan BRICS itu China, kita menunjukkan keberpihakan ke sana dengan intensitas ke sana khawatirkan ketergantungan ekonomi kepada Tiongkok," katanya.

Sumber