Indonesia Perlu Hati-hati Kerja Sama dengan China, Jangan Sampai Ganggu Hubungan dengan ASEAN
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin meminta pemerintah berhati-hati soal dampak kerja sama dengan pemerintah China.
Ia menyampaikan, kerja sama kedua negara harus memperhatikan juga hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
Pasalnya, beberapa negara di ASEAN juga terlibat ketegangan dengan China soal wilayah Laut China Selatan (LCS).
“Jangan sampai, kerja sama maritim kita dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di bidang ekonomi malah memperkeruh situasi di LCS atau hubungan baik kita dengan negara-negara ASEAN tetangga kita,” ujar TB dalam keterangan, Selasa (13/11/2024).
“Apa pun bentuk kerja sama maritim RI-RRT, Kementerian Luar Negeri seharusnya lebih sensitif dengan melihat sengketa LCS adalah persoalan kolektif ASEAN,” sambung dia.
Ia menuturkan, Indonesia harus tetap menjaga keseimbangan hubungan dengan negara-negara ASEAN yang batas kawasannya berdampingan secara langsung.
Baginya, tetangga terdekat adalah kawan terdekat yang paling bisa dimintai bantuan jika terjadi sesuatu.
“Bagaimana pun juga, tetangga adalah pihak yang paling dekat untuk dimintai bantuan kalau kita ada masalah,” sebut dia.
Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia masih punya komitmen untuk tidak mengakui 9 batas wilayah LCS atau nine dash line yang diklaim sepihak oleh China.
TB juga menekankan, kerja sama maritim Indonesia-China mestinya ditilik lagi karena kapal-kapal China kerap melintasi perairan Natuna.
“Selama ini kapal-kapal China masuk ke wilayah Natuna dan melakukan pencurian ikan. Kalau kerja sama ekonomi ini dilakukan apakah menguntungkan kita?” ucapnya.
Sebelumnya, pihak Kemenlu sudah menyatakan bahwa kerja sama maritim Indonesia-China tidak lantas menggugurkan komitmen untuk tidak mengakui nine dash line.
“Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim ‘9-Dash-Lines’. Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982," tulis Kemenlu RI dalam keterangannya, Senin (11/11/2024).
"Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara," tulis Kemenlu.