Indonesia Tetap Kirim Pekerja Migran meski Kondisi Politik Korea Selatan Bergejolak

Indonesia Tetap Kirim Pekerja Migran meski Kondisi Politik Korea Selatan Bergejolak

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) tetap mengirim pekerja migran ke Korea Selatan meski kondisi politik negara tersebut sedang bergejolak.

Direktur Penempatan Non Pemerintah Kawasan Asia dan Afrika Kementerian P2MI Mocharom Ashadi mengatakan, gejolak di Korea Selatan sifatnya adalah politik internal.

"Karena sampai dengan saat ini belum ada statement resmi (yang membahayakan), baik itu dari Dubes kita di Seoul, maupun mitra kita," ujar Ashadi dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).

Ashadi menyampaikan, pasca-pencabutan kondisi darurat militer, Korea Selatan sudah relatif aman.

Sebab itu, dia meminta agar pekerja migran, baik yang akan dikirim maupun yang sedang berada di Korea Selatan tidak khawatir berlebihan.

"Jadi tidak perlu khawatir tapi waspada harus, dengan cara bagaimana? Selalu komunikasi ke perwakilan kita di Korea Selatan, sehingga kalau ada berita indormasi cepat langsung mendapatkan informasi yang tepat," ucap dia.

Direktur Penempatan Pemerintah Kawasan Asia dan Afrika KemenP2MI Seriulina Tarigan  mengatakan, periode pengiriman terakhir PMI ke Korea Selatan dilakukan 16-17 Desember 2024 dengan jumlah 400 orang.

Adapun pengiriman PMI ke Korea Selatan yang telah terlaksana ini cukup besar.

"Penempatan pekerja migran Indonesia ke Korea Selatan melalui skema G2G tahun 2024 mencapai 10.111 PMI," kata Seriulina.

Meski angkanya menembus ribuan orang, Seriulina menjelaskan bahwa angka pengiriman PMI tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 11.570 orang.

"Karena kondisi ekonomi di Republik Korea Selatan sendiri mengalami sedikit penurunan, sehingga permintaan terhadap pekerja migran Indonesia juga semakin berkurang," kata dia.

Sebagai informasi, politik dalam negeri Korea Selatan bergejolak setelah Presiden Yoon Suk Yeol memutuskan darurat militer pada 3 Desember 2024.

Namun, keputusan itu ditetang rakyat dan parlemen Korea Selatan sehingga belum genap sehari kebijakan itu dicabut kembali.

Buntut akhir konflik tersebut adalah pidato Yoon Suk yang bersedia mengundurkan diri akibat kesalahan kebijakannya itu.

"Meskipun saya sekarang harus mundur untuk sementara waktu, perjalanan menuju masa depan tidak boleh pernah berhenti," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi, dikutip dari AFP, Sabtu (14/12/2024).

Sumber