Ingin Lestarikan Kuliner Timur Indonesia, 2 Sahabat di Ternate Racik Popeda Instan
TERNATE, KOMPAS.com – Tak hanya nasi, makanan pokok di Indonesia bagian timur, khususnya Papua, Maluku, dan sebagian Sulawesi, adalah popeda atau papeda.
Makanan ini berbahan dasar pati sagu dicampur dengan air panas, menghasilkan tekstur yang kenyal dan lengket.
Meskipun saat ini terdapat popeda berbahan dasar pati ubi kayu, tetapi rasa, aroma, dan warnanya berbeda dengan yang dibuat dari pati sagu.
Khusus di Kota Ternate, Maluku Utara, popeda sagu biasanya disandingkan dengan lauk ikan kuah bening atau kuah kuning, kohu (lalapan), pisang atau ubi rebus, berbagai olahan sayur, dan aneka sambal.
Proses pembuatan pati sagu menjadi popeda membutuhkan waktu sekitar 20 menit, di luar makanan pendampingnya.
Akan tetapi, keberadaan pohon sagu sebagai penghasil pati sagu sebagai bahan dasar popeda di Pulau Jawa cukup sulit ditemukan.
Berangkat dari rasa otentik khas popeda sagu yang sulit ditemukan di perantauan, dua pemuda asal Kota Ternate, Aiya Lee dan Heri Susanto, mengagas ide untuk membuat popeda instan.
KOMPAS.com/AGUS SUPRIANTO Dua pemuda Terba penggagas popeda instan, Aiya Lee dan Heri Susanto
“Orang Ternate yang merantau keluar, lalu kita ingin makan papeda atau popeda dan kita carinya setengah mati. Akhirnya, bahan baku sagu itu kita ganti dengan kanji. Mirip, tapi ketika saya makan itu sebagai orang timur, saya merasa mengkhianati identitas saya. Meski bisa mengobati rindu, tapi saya tidak puas,” papar Aiya.
Pada awal 2023, Aiya bertemu Heri yang merupakan jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB), saat kembali ke kampung halaman di Ternate. Keduanya kemudian merancang formulasi popeda instan.
“Kita rancang itu, dan kita launching secara sederhana pada tanggal 10 Agustus 2024 di Benteng Oranje, Kota Ternate. Setidaknya orang-orang di Kota Ternate, Maluku Utara, sudah ada yang tahu popeda instan sudah hadir,” ujar Aiya.
Belum lama ini, kedua karib ini mendapatkan kesempatan untuk mendemonstrasikan cara pembuatan sagu instan di Pendopo Kesultanan Ternate.
Tak banyak peralatan masak yang ada di atas meja, hanya berupa kompor portabel, panci kecil, air, sutil pengaduk, dan tentunya satu kemasan popeda instan.
Dalam satu kemasan popeda instan ini berisi empat saset bahan, yakni pati sagu, bumbu kuah kuning, ikan, dan sayur kering.
Heri menyiapkan bumbu kuah kuning, sayur, dan ikan kering ke dalam mangkuk kertas (paper bowl).
KOMPAS.com/AGUS SUPRIANTO Popeda instan dituang ke dalam paper bowl, untuk segera dihidangkan
Sementara itu, Aiya tampak sibuk memasak air sambil menjelaskan cara pembuatan popeda instan.
“Kita gunakan air mineral kemasan, sehingga cukup panas saja, tak perlu sampai mendidih,” ujar Aiya.
Air sebanyak 100 ml itu kemudian dituangkan ke dalam mangkuk kertas telah berisi bumbu kuah kuning, ikan, dan sayur kering.
Tahap selanjutnya, mereka kembali memanaskan air sebanyak 200 ml untuk mematangkan atau membentuk pati sagu menjadi popeda.
Air telah panas di dalam panci tadi kemudian dituangkan pati sagu secara perlahan sambil diaduk secara terus-menerus, searah jarum jam dan sebaliknya.
Hingga pati sagu tadi menjadi popeda, ditandai dengan perubahan tekstur menjadi kenyal, lengket, dan berwarna kecoklatan.
Jika telah terbentuk, popeda kemudian dituangkan ke dalam mangkuk bersama kuah kuning, ikan, dan sayur kering. Popeda instan siap untuk disantap.
Tercatat, dari proses pembuatan hingga penyajian popeda instan ini tak lebih dari 5 menit.
“Produk ini sudah kami formulasikan selama satu tahun. Di dalamnya kami tidak mengubah identitas popeda itu sendiri. Rasanya dan isinya otentik, ada mulai dari ikan, rampa, sayuran delapan macam, pati sagu, dan kuah kuning. Hanya mengubah bentuk jadi kering tanpa mengubah rasa. Semua bahan organik dan tanpa bahan pengawet,” papar Heri selaku peracik utama popeda instan.
Aiya menjelaskan, karena karakter popeda lengket maka disarankan dimakan di tempat.
Akan tetapi, bagi pelancong datang ke Ternate atau ke Maluku Utara, mereka bakal kesulitan buat membawa popeda sebagai oleh-oleh ke daerah asal.
“Itu adalah makanan khas kita, identitas dari gastronomi orang-orang timur. Kami patahkan mitos itu, saat ini popeda instan bisa dibawa ke mana pun, dengan desain dan ukuran yang sangat compact sekali. Naik gunung boleh, dimakan tengah malam boleh, pagi boleh, semuanya bisa,” ucap pria berkacamata ini.
Target Aiya dan Heri memproduksi popeda instan bagi semua umur, meskipun awalnya hanya menyasar kawula muda.
Alasan lain pembuatan popeda instan berangkat dari keresahan keduanya, karena melihat kenyataan di masa kini banyak generasi muda tidak bisa memasak menu itu.
“Itu adalah identitas kita. Ribet. Siram air panas itu susah. Ketika launching, mereka (generasi muda) lihat, mereka sangat senang, coba, dan akhirnya kata mereka, saya bisa membuat popeda,” papar Heri.
Dari sisi gizi, kata Heri, sagu itu memiliki nilai indeks glikemik yang paling rendah dibanding sumber karbohidrat lainnya, seperti nasi. Sehingga menurut dia popeda sangat cocok dijadikan makanan diet.
“Rempah sendiri banyak manfaatnya, belum dikaji secara khusus, tapi bahan alami tentunya sangat baik untuk tubuh,” kata Heri.
Keduanya memproduksi popeda instan dalam dua varian. Yakni kemasan tunggal (monopack) ukuran 50 gram dijual dengan harga Rp 35.000, dan kemasan paket (bundling) isi 3 monopack dibanderol Rp 100.000. Popeda instan ini hanya dipasarkan melalui media daring yakni melalui situs Kagounga.